SELAMAT DATANG DI BLOG DINAS KESEHATAN KOTA SERANG

Go to fullsize image

Sabtu, 06 Februari 2010

Alternatif pembiayaan kesehatan perlu dicari

Rabu, 03/02/2010 19:41:31 WIBOleh: R. Fitriana
JAKARTA (bisnis.com): Pemerintah perlu mencari alternatif pembiayaan lain untuk kesehatan karena minimnya belanja kesehatan nasional.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Bambang Purwoko menyatakan alternatif pembiayaan lain untuk sektor kesehatan di antaranya dengan partisipasi seluruh rakyat Indonesia untuk iuran jaminan kesehatan bersama pemerintah.

"Ada beberapa cara untuk alternatif pembiayaan kesehatan, seperti diberlakukan jaminan kesehatan yang berbasis iuran," katanya saat seminar Program Jaminan Kesehatan hari ini.

Dia menilai akibat dari rendahnya kualitas kesehatan di Tanah Air, maka kematian ibu saat melahirkan menjadi tinggi, yakni sebanyak 420 per 100.000 populasi yang berarti satu dari 238 orang ibu yang melahirkan telah meninggal dunia.

"Dampak lainnya adalah kematian anak balita di Indonesia yang pada tahun lalu sebanyak 34 per 1.000 anak, artinya satu dari 29 anak balita meninggal dunia," ungkapnya.

Untuk memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat, dikatakan Kadiv Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PT Jamsostek (Persero) Sylvia Achmad dapat dengan cara mengikuti jaminan sosial tenaga kerja.

Pasalnya, dia menambahkan dalam jaminan sosial ini ada program yang dapat memberikan jaminan bagi kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di luar wilayah domisilinya.

"Fasilitas kesehatan yang diperoleh dapat dengan rujukan eksternal maupun reimbursement emergency di luar wilayahnya," tukasnya. (tw)

Angka kematian ibu masih tinggi

Jumat, 29/01/2010 13:30:27 WIBOleh: Rahmayulis Saleh
JAKARTA (bisnis.com): Kematian dan kesakitan ibu hamil, bersalin, dan nifas masih merupakan masalah besar di Indonesia. WHO memperkirakan di dunia setiap tahunnya lebih dari 585.000 ibu meninggal saat hamil atau bersalin.

"Di negara miskin rata-rata 25%-50% kematian perempuan usia subur disebabkan masalah yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas," kata Sri Hermiyanti, Direktur Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Kemenkes hari ini.

Dia menuturkan di Indonesia, angka kematian ibu (AKI) masih tinggi yaitu 228/100.000 kelahiran hidup (KH). Angka kematian bayi masih 34/1.000 KH.

"Ini merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menurunkannya. Untuk AKI ditargetkan pada 2014 menjadi 117/100.000 KH, dan AKB 24/1.000 KH," ujarnya saat memaparkan program Kampanye P4K dan Penggunaan Buku KIA.

Sri mengatakan pada 2008, terdapat 4.692 jiwa ibu melayang karena ketiga kasus (kehamilan, persalinan, dan nifas) tersebut. Kematian langsung ibu hamil dan melahirkan tersebut akibat terjadinya perdarahan (28%), eklamsia 24%, dan infeksi 11%, partus lama 5%, dan abortus 5%.

Sementara itu, penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari karena gangguan pernapasan 36,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, dan kelainan darah/ikterus 6,6%.

Kampanye Program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) dan pemanfaatan Buku Kesehatan ibu dan anak (Buku KIA) ini, kata Sri, merupakan kerja sama Kemenkes dengan kelompok Solidaritas Isteri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB).

Tema kampanye tersebut adalah Ibu selamat, bayi sehat, dan suami siaga. Tujuannya, kata Sri, a.l. menggalakkan kembali pelaksanaan P4K dan penggunaan buku KIA, agar masyarakat waspada tentang pentingnya persiapan pemeriksaan kesehatan, mendorong semua pihak berpartisipasi aktif dalam program kesehatan ibu, bayi, dan balita.

Peluncuran kampanye ini ditandai dengan acara yang diadakan di Gedung Dhanapala pada 3 Februari dengan peserta sekitar 1.200 orang. Saat itu akan dinobatkan Duta Ibu Hamil Widi Mulia Sasono (Widi B3), yang sedang hamil 5 bulan, calon anak keduanya.

Buku KIA sudah diterbitkan sejak 1998, tapi banyak masyarakat yang belum tahu. "Karena itu sekarang diaktifkan lagi melalui kampanye. Nantinya setiap ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas, akan mendapatkan buku KIA ini," ujar Fatni Sulani, Direktur Bina Kesehatan Anak Dirjen Binkesmas, Kemenkes. (tw)

Paru-paru Anak yang Rusak Kena Asap Rokok Lebih Sulit Sembuh

Orang dewasa yang merokok bisa mengalami gangguan paru-paru namun bisa disembuhkan jika berhenti merokok. Tapi tidak demikian jika itu terjadi pada anak-anak. Paru-paru anak yang rusak kena asap rokok lebih susah disembuhkan.

Anak-anak rentan sebagai perokok pasif karena terpapar asap dari perokok. Peneliti mengungkapkan anak yang sering terpapar asap rokok berisiko terkena penyakit emfisema.

Emfisema adalah kerusakan dari dinding alveolar paru-paru, yaitu tempat oksigen ditukar dengan senyawa karbon dioksida. Penyakit ini juga mengurangi elastisitas dari paru-paru itu sendiri. Peneliti mengungkapkan emfisema bisa menjadi salah satu ukuran yang paling sensitif untuk kerusakan yang terjadi di paru-paru.

Peneliti mengungkapkan orang yang sudah berhenti merokok ada kemungkinan mengalami kesembuhan pada beberapa fungsi paru-parunya, tapi tampaknya anak-anak tidak seberuntung itu.

Dilaporkan bahwa anak-anak yang secara rutin terpapar asap tembakau di rumah, kemungkinan lebih tinggi terkena masalah paru-paru saat dewasa nanti. Hal lain yang mengejutkan adalah paru-paru tersebut susah sekali untuk disembuhkan secara total jika anak-anak telah terpapar sejak kecil.

Ilmuwan dari Columbia University's Mailman School of Public Health mempelajari CT-Scan dari 1.781 orang dewasa yang tidak merokok. Partisipan juga ditanya mengenai seberapa sering terpapar asap rokok saat masih anak-anak.

Hasilnya menunjukkan partisipan yang sudah terpapar sejak kecil memiliki gangguan emfisema seperti adanya perubahan dalam bentuk paru-parunya.

"Asap tembakau memang bisa menimbulkan efek jangka pendek, tapi penelitian ini menunjukkan salah satu dari efek jangka panjang asap rokok yang terpapar saat masih kecil," ujar Gina Lovasi, seperti dikutip dari La Times, Rabu (30/12/2009).

Gejala utama dari emfisema adalah adanya penyempitan saluran napas karena kantung udara di paru-paru menggelembung secara berlebihan dan menyebabkan kerusakan.

Gejala yang ditimbulkan awalnya mirip dengan bronkhitis, sesak napas, bentuk dada seperti menggelembung bahkan penderita kadang harus membungkuk serta batuk yang terus menerus.

Badan perlindungan lingkungan AS (EPA) menuturkan dalam asap rokok terdapat 4.000 senyawa kimia, 200 diantaranya bersifat toksik (beracun), 43 senyawa karsinogenik (memicu kanker) serta puluhan ribu lainnya penyebab jantung koroner.

Saat ini asap rokok masuk dalam kategori zat karsinogenik golongan A, karena banyaknya penelitian yang menunjukkan bahaya dari asap rokok ini.

Ayo Cegah Kanker Sedini Mungkin!

Yayasan Kanker Indonesia bekerjasama dengan Departemen Radioterapi RSCM, Perhimpunam Onkologi Indonesia, Perhimpunan Onkologi Radiasi Indonesia, dan Cancer Information and Support Center (CISC) menggelar aksi damai di Bundaran HI sebagai bentuk peringatan Hari Kanker Sedunia yang jatuh pada hari Kamis (4/2/2010).

Aksi damai tersebut dilakukan dengan membagikan stiker dan leaflet kepada para pengguna jalan di sekitar Bundaran HI, Jakarta. Mereka juga membentangkan poster bertuliskan stop merokok sekarang juga, rokok dapat memicu kanker.

Dr N Rico Napitupulu dari Departemen Radioterapi RSCM mengimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk mencegah kanker sedini mungkin. "Aksi damai ini kami lalukan sebagai peringatan dalam rangka Hari Kanker Sedunia yang jatuh pada hari ini. Kesempatan ini kami juga mengampanyekan bahaya penyakit kanker. Kanker dapat dicegah sedini mungkin," ujar Rico Napitupulu

Pencegahan kanker dapat dilakukan dengan pola hidup sehat, antara lain berhenti merokok dan hindari paparan terhadap rokok, mengurangi konsumsi alkohol, hindari paparan sinar matahari yang berlebihan, memakan makanan yang sehat, dan olahraga secara teratur.

"Pola hidup sehat ini bisa dilakukan dengan mengupayakan mengedukasi pola hidup sehat, mengonsumsi makanan sehat, tanpa bahan pengawet, olahraga, tidak merokok, positif thingking," ucap Rico

Ia menambahkan, dengan berpikiran positif kita dapat terhindari dari stres dan mengurangi pengaruh pada emosi dan juga pengaruh pada hormonal sehingga dapat meminimalisasi pertumbuhan kanker.

Penderita kanker saat ini seperti yang dicatat di Departemen Radioterapi RSCM, per tahun penderita kanker tercatat sebanyak 1500 pasien dari seluruh Indonesia.

"Betapa besarnya jumlah penderita kanker. Kanker yang paling banyak tercatat adalah kanker mulut rahim, kanker payudara, kanker nasofaring. Kanker nasofaring ini tidak bisa dioperasi dan biasanya hanya bisa ditanggulangi dengan kemoterapi dan radiasi," ucap dr Rico.


Sumber : kompas.com

Inilah 11 Sayuran Pembunuh Kanker

Ketua Cancer Information and Support Center (CISC) Semarang Cahyaning Puji Astuti mengatakan, setidaknya ada sekitar 11 jenis sayuran yang terbukti ampuh untuk mencegah munculnya penyakit kanker.

"Buah-buahan dan sayuran sebenarnya jauh lebih hebat dibandingkan vitamin, namun tidak semua sayur dan buah merupakan antikanker," katanya seusai seminar "Menyiapkan Makanan Sehat Pencegah Kanker" di RS Telogorejo, Semarang, Kamis (10/12/2009).

Naning menyebutkan, 11 sayuran pencegah kanker tersebut, di antaranya kubis, bawang putih, bawang bombai, kedelai, kunyit, teh hijau, tomat, jeruk, cokelat, dan buah-buahan beri, seperti bluberi dan stroberi.

Namun, meskipun beberapa sayuran dan buah-buahan itu berkhasiat sebagai antikanker, diperlukan kewaspadaan dan pemahaman zat-zat yang terkandung dalam sayuran itu, termasuk memerhatikan proses pengolahannya.

Menurut dia, kubis merupakan musuh utama kanker, baik kubis hijau, kubis putih, brokoli, bunga kol, selada air, maupun kol ungu. Bahkan, khasiat kubis sudah dikenal sejak zaman Hipokrates sekitar 460-377 SM.

"Hipokrates mengatakan, kubis merupakan sayuran dengan beribu-ribu khasiat, dan mengonsumsi kubis minimal lima porsi setiap minggu terbukti dapat memperkecil risiko terserang kanker dan memperlambat perkembangan kanker," katanya.

Akan tetapi, proses pengolahan kubis tetap harus diperhatikan agar tidak menghilangkan khasiatnya, di antaranya tidak memasaknya terlalu lama, tetapi tetap harus bersih, dan mengunyahnya secara cermat.

Bawang putih dan bawang bombai juga sangat efektif untuk mencegah kanker, terutama kanker saluran pencernaan, kerongkongan, lambung, usus besar, prostat, paru-paru, dan kanker payudara.

"Makanan pencegah kanker ditemui pula dalam kedelai, yang banyak diolah menjadi tahu, tempe, dan susu. Sebab, kedelai mengandung isoflavon yang merupakan senyawa antikanker yang memiliki struktur kimia mirip dengan hormon seks," katanya.

Berkaitan dengan kemiripan struktur kimia isoflavon dengan hormon seks itu, ia mengingatkan, konsumsi kedelai secara berlebihan tidak dianjurkan untuk penderita kanker payudara dan kanker prostat.

"Kedua kanker itu merupakan jenis kanker yang sangat bergantung pada hormon, yakni hormon estrogen untuk kanker payudara dan hormon androgen untuk kanker prostat," kata Naning yang juga menderita kanker.

Selain itu, kata dia, resep menghindari risiko terkena kanker dapat dilakukan dengan menghindari makanan-makanan tertentu, misalnya, makanan yang diasinkan, makanan yang diasap, dan makanan yang digoreng.

"Olahraga secara teratur, berhenti merokok, dan menghindari konsumsi daging merah juga merupakan penerapan pola hidup sehat yang perlu diterapkan untuk mencegah kanker," kata Naning.

PHBS di Tempat Umum

Penularan penyakit dapat terjadi di tempat-tempat umum karena kurang tersedianya air bersih dan jamban, kurang baiknya pengelolaan sampah dan air limbah, kepadatan vector berupa lalat dan nyamuk, kurangnya ventilasi dan pencahayaan, kebisingan dan lain-lain. Tempat-tempat umum yang tidak sehat dapat menimbulkan berbagai penyakit, yang selanjutnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia.

Penyakit yang banyak terjadi di tempat-tempat umum antara lain Diare, Demam Berdarah, keputihan, Infeksi Saluran Pernafasan Akut serta penyakit-penyakit lain akibat terpapar asap rokok, seperti : penyakit Paru-paru, Jantung dan Kanker.

Sekitar 55% sumber penularan penyakit Demam Berdarah terjasi di tempat-tempat umum, oleh karena itu tempat-tempat umum perlu menjadi perhatian utama dalam pemberantasan penyakit.

Terjadinya penyakit-penyakit tersebut disebabkan lingkungan yang buruk dan perilaku yang tidak sehat seperti tidak menggunakan air bersih, membuangg sampah sembarangan, membiarkan air tergenang, dan kebiasaan merokok di tempat umum.

Menurut WHO, setiap tahunnya sekitar 2,2 juta orang di negara-negara berkembang terutama anak-anak meninggal dunia akibat berbagai penyakit yang disebabkan oleh kurangya air minum yang aman, sanitasi dan hygiene yang buruk.

Setiap itu, terdapat bukti bahwa pelayanan sanitasi yang memadai, persediaan air yang aman, system pembuangan sampah serta pendidikan hygiene dapat menekan tingkat kematian akibat Diare sampai 65%, serta penyakit-penyakit lainnya sebanyak 26%.


Perlunya pembinaan PHBS di Tempat-tempat Umum
Kondisi lingkungan yang buruk dan perilaku yang tidak sehat di tempat-tempat umum dapat menimbulkan berbagai penyakit. Untuk mencegah resiko terjadinya berbagai penyakitdan melindungi diri dari ancaman penyakit setiap individu, kelompok dan masyarakat tempat-tempat umum, diharapkan dapat melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Penerapan PHBS di tempat-tempat umum, merupakan salah satu upaya strategis terciptanya tempat-tempat umum sehat. Melalui upaya ini, diharapkan masyarakat yang berada di tempat-tempat umum seperti pengunjung, pedagang, pengelola, awak angkutan, jamaah akan terhindar dari penyakit.

PHBS di tempat-tempat umum dapat diwujudkan melalui tersedianya sumber air bersih, jamban, tempat pembuangan sampah, adanya larangan untuk tidak merokok, serta anjuran untuk menutup makanan dan minuman yang terhidang (untuk penjaga makanan).


PHBS di Tempat-tempat Umum
PHBS di tempat-tempat umum adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan pengelola tempat-tempat umum agar tahu, mau dan mapu untuk mempraktikan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan tempat-tempat umum
Sehat.

Adapun yang dimaksud dengan tempat-tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat seperti sarana pariwisata, transportasi, sarana ibadah, sarana perdagangan dan olah raga, rekreasi dan sarana social lainnya.
Tujuan :

* Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat di tempat-tempat umum.
* Meningkatnya tempat-tempat umum sehat, khususnya tempat perbelanjaan, rumah makan, tempat ibadah dan angkatan-angkatan

Sasaran PHBS di Tempat-tempat Umum
- masyarakat pengunjung/pembeli
- pedagang
- petugas kebersihan, keamanan pasar
- konsumen
- pengelola (pramusaji)
- jamaah
- pemelihara/pengelola tempat ibadah
- remaja tempat ibadah
- penumpang
- awak angkutan umum
- pengelola angkutan umum

Manfaat PHBS di Tempat-tempat Umum
Bagi Masyarakat:
- Masyarakat menjadi lebih sehat dan tidak mudah sakit
- Masyarakat mampu mengupayakan lingungan sehat, serta mampu mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi

Bagi Tempat Umum:
- Lingkungan di sekitar tempat-tempat umum menjadi lebi bersih, indah dan sehat, sehingga meningkatkan citra tempat umum.
- Meningkatkan pendapatkan bagi tempat-tempat umum sebagai akibat dari meningkatnya kunjungan pengguna tempat-tempat umum.

Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota :
- peningkatan persentase tempat umum sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah kabupaten/kota yang baik.
- Kabupaten/Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di tempat-tempat umum.




Langkah-langkah pembinaan PHBS di tempa-tempat umum
1. Analisis Sistem
Penentu kebijakan/pimpinan di tempat-tempat umum melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di tempat-tempat umum serta bagamana sikap dan perilaku khalayak sasaran (pengelola, karyawan dan pengunjung) terhadap kebijakan PHBS di tempat-tempat umum. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.

2. Pembentukan Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Tempat-tempat Umum
Pihak pimpinan/penanggung jawab tempat-tempat umum mengajakn bicara/berdialog pengelola dan karyawan di tempat-tempat umum tentang:
o Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS di tempat-tempat umum.
o Membahas rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di tempat-tempat umum
o Meminta masukan tentang penerapan PHBS di tempat-tempat umum, antisipasi kendala dan sekaligus alternative solusi.
o Menetapkan penanggung jawab PHBS di tempat-tempat umum dan mekanisme pengawasannya.
o Membahas cara sosialisasi yang efektif bagi pengelola, karyawan dan pengunjung
o Kemudian pimpinan/penanggung jawab di tempat-tempat umum membentuk Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di tempat-tempat umum.

3. Pembuatan Kebijakan PHBS di Tempat-tempat Umum

Kelompok Kerja membuat kebijakan yang jelas, tujuan dan cara melaksanakanya.


4. Penyiapan Infrastruktur
o membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di tempat-tempat umum.
o Instrumen pengawasan
o Materi sosialisasi penerapan PHBS di tempat-tempat umum
o Pembuatan dan penempatan pesan-pesan PHBS di tempat-tempat umum yang strategis
o Mekanisme dan saluran pesan PHBS di tempat-tempat umum.
o Pelatihan bagi pengelola PHBS di tempat-tempat umum.


5. Sosialisasi Penerapan PHBS di Tempat-tempat Umum
o Sosialisasi penerapan PHBS di tempat-tempat umum di lingkungan internal
o Sosialisasi tugas dan penanggung jawab PHBS di tempat-tempat umum


6. Penerapan PHBS di Tempat-tempat Umum
o Penyampaian pesan PHBS di tempat-tempat umum kepada pengunjung seperti melalui penyuluhan, enyebarluasan informasi melalui media poster, striker, papan pengumuman, billboard, spanduk, dsb.
o Penyediaan saran dan prasarana PHBS di tempat-tempat umum seperti air bersih, jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci tangan, dsb.
o Pelaksanaan pengawasan PHBS di tempat-tempat umum

7. Pengawasan dan Penerapan Sanksi
Pengawasa penerapan PHBS di tempat-tempat umum mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai dengan Peraturan Daerah setempat seperti merokok di tempat-tempat umum, membuang sampah sembarangan.


8. Pemantauan dan Evaluasi
o Lakukan pemantauan dan evaluasi secara periodic tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.
o Minta pendapat Pokja PHBS di tempat-tempat umum dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.
o Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.

PHBS di Institusi Kesehatan

Gambaran Umum institusi Kesehatan

Institusi Kesehatan adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat seperti rumah sakit, Puskesmas dan klinik swasta.

Lalu lalang berkumpulnya orang sakit dan sehat di institusi kesehatan dapat menjadi sumber penularan penyakit bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung.

Terjadinya infeksi oleh bakteri atau virus yang ada di institusi kesehatan, penularan penyakit dari penderita yang dirawat di institusi kesehatan kepada penderita lain atau petugas di institusi kesehatan ini disebut dengan Infeksi Nosokomial.

Infeksi Nosokomial dapat terjadi karena kurangnya kebersihan institusi kesehatan atau kurang higienis, tenaga kesehatan yang melakukan prosedur medis tertentu kurang terampil. Penularan penyakit juga dapat terjadi karena tidak memadainya fasitftas institusi kesehatan seperti ketersediaan air bersih, jamban, pengelolaan sampah dan limbah .

Juga perilaku dari pasien, petugas kesehatan dan pengunjung seperti membuang sampah dan meludah sembarangan.
Dengan tidak diterapkannya Perilaku
Hidup Bersih dari Sehat (PHBS) di institusi
Kesehatan dapat membuat orang sakit
bertambah sakit dan yang sehat
menjadi sakit.
Berdasarkan data tahun 2004 dan.
Departemen Kesehatan, ternyata infeksi
Nosokomial merupakan salah satu
penyumbang penyakit tertinggi.


Persentase tingkat risiko terjangkitnya Infeksi Nosokomial pada Rumah Sakit Umum mencapai 93,4% sedangkan Rumah Sakit Khusus hanya 6,6%. Antara 1,6-80,8 % merupakan Infeksi Nosokomial pada penyakit saluran pencernaan.

Data survei PHBS di Institusi Kesehatan per provinsi tahun 2004 (Profil Promosi Kesehatan) menunjukkan masih di bawah 50 % dari institusi kesehatan di provinsi yang sudah baik pelaksanaan PHBS-nya.

Padahal institusi kesehatan seharusnya dapat menjadi contoh penerapan PHBS bagi masyarakat pengunjung dan institusi non kesehatan.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia 2005 terdapat peningkatan jumlah institusi kesehatan dari tahun-tahun sebelumnya.

Dapat dilihat pada tabel berikut:

Peningkatan jumlah institusi kesehatan tersebut diharapkan pula akan meningkatkan penerapan PHBS di Institusi kesehatan.

Perlunya pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan
Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Institusi Kesehatan sangat diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencegah penularan penyakit dan mewujudkan Institusi Kesehatan Sehat.

Oleh karena itu, sudah seharusnya semua pihak ikut rnemelihara, menjaga dan mendukung terwujudnya Institusi kesehatan Sehat.
PHBS di Institusi Kesehatan

PHBS di Institusi Kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan berperan aktif dalam mewujudkan Institusi Kesehatan Sehat.


Tujuan PHBS di institusi Kesehatan
• Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di institusi kesehatan.
• Mencegah terjadinya penularan penyakit di insti¬tusi kesehatan.
• Menciptakan Institusi kesehatan yang sehat.

Sasaran PHBS di Institusi Kesehatan
• Pasien.
• Keluarga Pasien.
• Pengunjung.
• Petugas Kesehatan di institusi kesehatan.
• Karyawan di institusi kesehatan.

Manfaat PHBS
di Institusi Kesehatan
Bagi Pasien/Keluarga Pasien/Pengunjung :
• Memperoleh pelayanan kesehatan di institusi
• kesehatan yang sehat.
• Terhindar dari penularan penyakit.
• Mempercepat proses penyembuhan penyakit dan
• peningkatan kesehatan pasien.

Bagi Institusi Kesehatan :
• Mencegah terjadinya penularan penyakit di institusi kesehatan.
• Meningkatkan citra institusi kesehatan yang baik sebagai tempat untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.

Bagi Pemerintah Daerah :
• peningkatan persentase Institusi Kesehatan Sehat menunjukkan kinerja dan citra Pemerintah Kabupaten/Kota yang baik.
• Kabupaten/Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan.
Indikator PHBS di Institusi Kesehatan
Semua PHBS diharapkan dilakukan di Institusi Kesehatan. Namun demikian, institusi kesehatan teiah masuk kategori Institusi Kesehatan Sehat, bila pasien, masyarakat pengunjungdan petugasdi institusi kesehatan ;
1. Menggunakan air bersih,
2. Menggunakan jamban.
3. Membuang sampan patla tempatnya,
4. Tidak merokok di institusi kesehatan.
5. Tidak meludah sembarangan.
6. Memberantas Jentik nyamuk.


Dukungan untuk PHBS di Institusi Kesehatan
PHBS di Institusi Kesehatan dapat terwu-jud apabila ada keinginan dan kemampuan dari para pengambil keputusan di lingkungan pemerintah daerah, institusi kesehatan dan lintas sektor terkait


Langkah-langkah Pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan
1. Anatisis Situasi
Penentu kebijakan/pimpinan di institusi kesehatan melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di Institusi Kesehatan serta bagaimana sikap dan perilaku petugas kesehatan, pasien, keluarga pasien dan pengunjung terhadap kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.

2. Pembentukan Keiompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan.
Pihak Pimpinan Institusi Kesehatan mengajak bicara/berdialog petugas dan karyawan di Institusi Kesehatan tentang :
• Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
• Rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
• Penerapan PHBS di Institusi Kesehatan, antisi-pasi kendala dan sekaligus alternatif solusi.
• Penetapan penanggung jawab PHBS di Institusi Kesehatan dan mekanisme pengawasannya.
• Cara sosialisasi yang efektif bagi petugas, kar¬yawan, pasien, keluarga pasien dan pengunjung.
• Kemudian Pimpinan Institusi Kesehatan mem-bentuk Keiompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan.

3. Pembuatan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan
Kelompok Kerja membuat kebijakan yang jelas, tujuan dan cara melaksanakannya.

4. Penyiapan Infrastruktur
• Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di Institusi Kesehatan.
• Instrumen Pengawasan
• Materi sosialisasi penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
• Pembuatan dan penempatan pesan-pesan PHBS di tempat-tempat yang strategis di institusi kesehatan.
• Mekanisme dan saluran pesan PHBS di Institusi Kesehatan.
• Pelatihan bagi pengelola PHBS di Institusi Kesehatan.

5. Sosialisasi Penerapan PHBS di Institusi Kesehatan
• Sosialisasi penerapan PHBS di Institusi Kesehatan di lingkungan internal.
• Sosialisasi tugas dan.penanggung jawab PHBS di Institusi Kesehatan.

6. Penerapan PHBS
Di Institusi Kesehatan
• Penyampaian pesan PHBS di Institusi Kesehatan kepada pasien dan pengunjung seperti melalui penyuluhan, penyebarluasan informasi melalui media poster, stiker, papan pengumuman, kunjungan rumah dsb.
• Penyediaan sarana dan prasarana PHBS di Institusi Kesehatan seperti air bersih, jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci tangan dsb.
• Pelaksanaan pengawasan PHBS di Institusi Kesehatan.

7. Pengawasan dan Penerapan sanksi
Pengawas PHBS di Institusi Kesehatan mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai dengan Peraturan Daerah setempat seperti larangan merokok di sarana kesehatan dan membuang sampah sembarangan.

8. Pemantauan dan Evaluasi
• Lakukan pemantauan dan evaluasi secara periodik tentang kebijakan yang dilaksanakan.
• Minta pendapat Pokja PHBS di Institusi Kesehatan dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.
• Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.

PHBS di Sekolah

Jumlah anak yang besar yakni 30% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 73 Juta orang dan usia sekolah merupakan masa keemasan untuk menanamkan nilai-nilai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga berpotensi sebagai agen perubahaan untuk mempromosikan PHBS, baik dilingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.

Saat ini di Indonesia terdapat lebih dari 250.000 sekolah negeri, swasta maupun sekolah agama dari berbagai tindakan.

Jika tiap sekolah memiliki 20 kader kesehatan saja maka ada 5 juta kader kesehatan yang dapat membantu terlaksananya dua strategi utama Departemen Kesehatan yaitu:

“Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat” serta “Surveilans, monitoring dan informasi kesehatan”




Usia Sekolah Rawan Penyakit
Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran juga dapat menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit


Data penyakit yang di derita oleh anak sekolah (SD) Terkait Perilaku
Jenis penyakit Jumlah Kasus Sumber Data
Kecacingan 40-60% Profil Dep Kes Tahun 2005
Anemia 23,2 % Yayasan Kusuma Buana Tahun 2007
Karies & Periodental 74,4 % SKRT Tahun 2001

Kasus Diare
Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization
Setiap tahun 100.000 anak Indonesia meninggal akibat diare
Data Departemen Kesehatan :
Diantara 1000 penduduk terdapat 300 orang yang terjangkit penyakit diare sepanjang tahun

Sumber: Majalah Interaksi 2007

Kasus Merokok
Data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional)
Tahun 2004 menyebutkan sekitar 3% anak-anak mulai merokok sejak kurang dari 10 tahun Persentase orang merokok tertinggi (64%) berada pada kelompok umur remaja (15-19 tahun). Hal ini berarti bahaya rokok pada masyarakat yang rentan yakni anak-anak dan berdampak pada masa remaja.

Kasus TB Paru
Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta

* Dinas kesehatan DKI Jakarta menemukan setidaknya ada 1.872 anak yang menderita TB dari 10.273 penderita TB di DKI

Data Departemen Kesehatan

* Tahun 2006 penderita TB anak masih 397 (Hr. Rakyat Merdeka 8/9/07). Data departemen kesehatan menunjukan kasus TB pada anak di seluruh Indonesia tahun 2007 sebanyak 3.990

PHBS di sekolah
Munculnya sebagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (usia 6-10), ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai PHBS disekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui pedekatan usaha kesehatan Sekolah (UKS).


PHBS disekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu mempraktikan PHBS, dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat.


Indikator PHBS di sekolah
1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun
2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
4. Olahraga yang teratur dan terukur
5. Memberantas jentik nyamuk
6. Tidak merokok di sekolah.
7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.
8. Membuang sampah pada tempatnya


Sasaran pembinaan PHBS di sekolah

* Siswa
* Warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, komite sekolah dan orang tua siswa)
* Masyarakat lingkungan sekolah (penjaga kantin, satpam,dll)

Manfaat Pembinaan PHBS di Sekolah

* Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit.
* Meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang berdampak pada prestasi belajar siswa
* Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua.
* Meningkatkan citra pemerintah daerah di bidang pendidikan
* Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain.

Langkah-langkah Pembinaan PHBS di sekolah
1. Analisis Situasi
Penentu kebijakan/pimpinan disekolah melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di sekolah serta bagaimana sikap dan perilaku khalayak sasaran (siswa, warga sekolah dan masyarakat lingkungan sekolah) terhadap kebijakan PHBS disekolah. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.
2. Pembentukan kelompok kerja
Pihak Pimpinan sekolah mengajak bicara/berdialog guru, komite sekolah dan tim pelaksana atau Pembina UKS tentang :


* Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS disekolah • Membahas rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di sekolah.
* Meminta masukan tentang penerapan PHBS di sekolah, antisipasi kendala sekaligus alternative solusi.
* Menetapkan penanggung jawab PHBS disekolah dan mekanisme pengawasannya.
* Membahas cara sosialisasi yang efektif bagi siswa, warga sekolah dan masyarakat sekolah.
* Pimpinan sekolah membentuk kelompok kerja penyusunan kebijakan PHBS di sekolah.

3. Pembuatan Kebijakan PHBS di sekolah
Kelompok kerja membuat kebijakan jelas, tujuan dan cara melaksanakannya.
4. Penyiapan Infrastruktur
Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di sekolah Instrument pengawasan Materi sosialisasi penerapan PHBS di sekolah Pembuatan dan penempatan pesan di tempat-tempat strategis disekolah Pelatihan bagi pengelola PHBS di sekolah
5. Sosialisasi Penerapan PHBS di sekolah
a.

Sosialisasi penerapan PHBS di sekolah di lingkungan internal antara lain :
• Penggunaan jamban sehat dan air bersih

• Pemberantasan Sarang nyamuk (PSN)

• Larangan merokok disekolah dan kawasan tanpa rokok di sekolah

• Membuang sampah ditempatnya
b. Sosialisasi tugas dan penanggung jawab PHBS di sekolah
6.

Penerapan PHBS di Sekolah
• Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku (kurikuler)

• Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa yang dilakukan diluar jam pelajaran biasa (ekstra kurikuler)

1. Kerja bakti dan lomba kebersihan kelas
2. Aktivitas kader kesehatan sekolah /dokter kecil.
3. Pemeriksaan kualitas air secara sederhana
4. Pemeliharaan jamban sekolah
5. Pemeriksaan jentik nyamuk di sekolah
6. Demo/gerakan cuci tangan dan gosok gigi yang baik dan benar
7. Pembudayaan olahraga yang teratur dan terukur
8. Pemeriksaan rutin kebersihan : kuku, rambut, telinga, gigi dan sebagainya.

• Bimbingan hidup bersih dan sehat melalui konseling.

• Kegiatan penyuluhan dan latihan keterampilan dengan melibatkan peran aktif siswa, guru, dan orang tua, antara lain melalui penyuluhan kelompok, pemutaran kaset radio/film, penempatan media poster, penyebaran leafleat dan membuat majalah dinding.
Pengawasan & penerapan sanksi Pengawas penerapan PHBS di sekolah mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai dengan peraturan yang telah dibuat seperti merokok di sekolah, membuang sampah sembarangan
7.

Pemantauan dan evaluasi
• Lakukan pamantauan dan evaluasi secara periodic tentang kebijakan yang telah dilaksanakan

• Minta pendapat pokja PHBS di sekolah dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.

• Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan

Dukungan dan Peran untuk membina PHBS di sekolah
Adanya kebijakan dan dukungan dari pengambil keputusan seperti Bupati, Kepala Dinas pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan, DPRD, lintas sector sangat penting untuk pembinaan PHBS disekolah demi terwujudnya sekolah sehat. Disamping itu, peran dari berbagai pihak terkait (Tim Pembina dan pelaksana UKS), sedangkan masyarakat sekolah berpartisipasi dalam perilaku hidup bersih dan sehat baik di sekolah maupun di masyarakat.


(1)Pemda
Bupati/walikota

* Mengeluarkan kebijakan dalam bentuk perda, surat keputusan, surat edaran, instruksi, himbauan tentang Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan sehat disekolah.
* Mengalokasikan anggaran untuk pembinaan PHBS di sekolah.

DPRD

* Memberikan persetujuan anggaran untuk pengembangan PHBS di sekolah
* Memantau kinerja Bupati/Walikota yang berkaitan dengan pembinaan PHBS di sekolah

(2)Lintas Sektor
Dinas Kesehatan
Membina dan mengembangkan PHBS dengan pendekatan UKS melalui jalur ekstrakulikuler.
Dinas Pendidikan
Membina dan mengembangkan PHBS dengan pendekatan Program UKS melalui jalur kulikuler dan ekstrakulikuler
Kantor Depag
Melaksanakan pembinaan dan pengembangan PHBS dengan pendekatan program UKS pada perguruan agama


(3)Tim Pembina UKS

* Merumuskan kebijakan teknis mengenai pembinaan dan pengembangan PHBS melalui UKS
* Mengkordinasikan kegiatan perencanaan dan program serta pelaksanaan pembinaan PHBS melalui UKS
* Membina dan mengembangkan PHBS melalui UKS serta mengadakan monitoring dan evaluasi.

(4)Tim Pelaksana UKS

* Merencanakan dan melaksanakan kegiatan pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat dalam rangka peningkatan PHBS di sekolah.
* Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik, instansi lain yang terkait dan masyarakat lingkungan sekolah untuk pembinaan dan pelaksanaan PHBS di sekolah.
* Mengadakan evaluasi pembinaan PHBS di sekolah.

(5)Komite sekolah

* Mendukung dalam hal pendanaan untuk sarana dan prasana pembinaan PHBS di sekolah
* Mengevaluasi kinerja kepala sekolah dan guru-guru yang berkaitan dengan pencapaian sekolah sehat.

(6)Komite sekolah

* Mengeluarkan kebijakan dalam bentuk surat keputusan, surat edaran dan instruksi tentang pembinaan PHBS di sekolah.
* Mengalokasikan dana/anggaran untuk pembinaan PHBS di sekolah
* Mengkoordinasikan kegiatan pembinaan PHBS di sekolah
* Memantau kemajuan pencapaian sekolah sehat disekolahnya

(7)Guru-guru

* Bersama guru lainnya mengadvokasi yayasan/orang tua murid kepala sekolah untuk memperoleh dukungan kebijakan dan dana bagi pembinaan PHBS di sekolah
* Sosialisasi PHBS di lingkungan sekolah dan sekitarnya.
* Melaksanakan pembinaan PHBS di lingkungan sekolah dan sekitarnya
* Menyusun rencana pelaksanaan dan penilaian lomba PHBS di sekolahnya.
* Memantau tujuan pencapaian sekolah sehat di lingkungan sekolah

(8)Orang tua murid

* Menyetujui anggaran untuk pembinaan PHBS di sekolah
* Memberikan dukungan dana untuk pembinaan PHBS di sekolah baik insidentil dan bulanan.

PHBS di Tempat Kerja

Di antara populasi usia produktif (15-55 tahun), 89,7% diantaranya merupakan pekerja aktif atau pada saat ini memiliki pekerjaan tertentu.

Di antara orang yang bekerja, 44% bekerja di sektor pertanian, 19,9% bekerja di sektor perdagangan, 12,3% bekerja di sektor industri, 5,8% bekerja di sektor transportasi dan sisanya bekerja di sektor innya, sedangkan sektor yang memiliki proporsi paling sedikit tenaga kerja adalah sektor listrik, air dan gas (0,2%) diikuti oleh sektor pertambangan (0,9%).

Banyaknya industri kecil dan jenis usaha sektor informal serta jumlah tenaga kerja yang terserap, memerlukan perhatian serta penanganan kesehatan dan keselamatan kerja yang baik sehingga terhindar dari gangguan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja.
Lingkungan Kerja
Menurut profil Masalah Kesehatan Pekerja di Indonesia tahun 2005, lingkungan kerja menurut sektor informal dan formal hasil studi di 12 kabupaten kota

Dari tabel di atas ternyata persentase tempat kerja yang tergolong bersih di sektor formal lebih besar dibandingkan dengan sektor informal yaitu 48,1% berbanding 28,4%.

Dari tabel di atas ternyata kebersihan kamar mandi tergolong bersih di sektor formal lebih besar dibandingkan dengan sektor informal yaitu 48,4% berbanding 42,7%. Namun untuk kondisi kamar mandi yang sangat bersih justru lebih banyak dari sektor informal yaitu 9,1% berbanding 7,8%.

Masalah Kesehatan dan Perilaku Pekerja
Perkiraan dari International Labour Organization (ILO), masalah kesehatan pekerja yang mencakup angka kesakitan dan kematian akibat hubungan kerja secara umum adalah :

* 1,1 juta orang meninggal setiap tahun karena penyi kit atau kecelakaan akibat hubungan kerja.
* 300.000 orang meninggal dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan kerja (WHO, 1994).

Sementara angka kecelakaan di Indonesia mengacu pada data Jamsostek pada tahun 2002 tercatat 433 kasus kecelakaan kerja setiap hari, dan dari jumlah itu 8 orang meninggal, 43 cacat dan 2 cacat tetap (Kompas, 1 Mei 2003).

Dari data yang ada menyatakan bahwa keluhan pekerja berhubungan dengan pekerjaannya antar pekerja sektor formal dan informal ternyata pekerja sektor informal lebih banyak keluhannya. Dari data juga diperoleh bahwa sudah ada riwayat terdahulu. Gambaran penyakit klinis pada kelompok pekerja formal dan informal berdasarkan hasil penelitian tahun 2005 adalah sebagai berikut :

Gambaran Penyakit Pada Pekerja


Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada masyarakat pekerja di Indonesia masih amat jarang dilihat dari tabel di bawah ini :

APD yang paling banyak digunakan adalah sarung tangan (19,8%) diikuti oleh baju kerja (19,2%), helm dan masker (16,3%). Sedangkan untuk APD lainnya proporsi penggunaannya berkisar antara 0,7% hingga 13,9% Pekerja sektor formal terkesan memiliki proporsi lebih tinggi dalam menggunakan APD untuk setiap jenis APD, kecuali untuk penggunaan alat penutup kepala dimana proporsi pekerja sektor informal lebih tinggi dibanding-kan formal.

Perlunya Pembinaan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat di Tempat Kerja
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat merupakan hal yang diinginkan dan menjadi hak asasi setiap pekerja, karena itu menjadi kewajiban semua pihak untuk ikut memelihara, menjaga dan memper-tahankan kesehatan pekerja agar tetap sehat dan produktif dengan melaksanakan pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat Kerja.

Beberapa faktor penyebab yang mempengaruhi kesehatan akan dapat dikontrol bila setiap pekerja selalu berperilaku hidup bersih dan sehat dan bekerja di lingkungan yang sehat.

PHBS di Tempat Kerja adalah upaya untuk member-dayakan para pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan Tempat Kerja Sehat.

Tujuan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat di Tempat Kerja
• Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja.
• Meningkatkan produktivitas kerja.
• Menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
• Menurunkan angka absensi tenaga kerja.
• Menurunkan angka penyakit akibat kerja dan lingkungan kerja.
• Memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan kerja dan masyarakat.
Indikator PHBS di tempat kerja

Semua PHBS diharapkan dilakukan di tempat kerja. Namun demikian, tempat kerja telah masuk kategori Tempat Kerja Sehat, bila masyarakat pekerja di tempat kerja :
1. Tidak merokok di tempat kerja
2. Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja.
3. Melakukan olahraga secara teratur/aktivitas fisik
4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar dan buang air kecil
5. Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja.
6. Menggunakan air bersih.
7. Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar.
8. Membuang sampah pada tempatnya. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan.


Manfaat PHIS di Tempat Kerja Bagi Pekerja:

* Setiap pekerja meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit.
* Produktivitas pekerja meningkat yang berdampak pada peningkatan penghasilan pekerja dan ekonomi keluarga.
* Pengeluaran biaya rumah tangga hanya ditujukan untuk peningkatan taraf hidup bukan untuk biaya pengobatan.

Bagi Masyarakat:

* Tetap mempunyai lingkungan yang sehat walaupun berada di sekitar tempat kerja.
* Dapat mencontoh perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan oleh tempat kerja setempat.

Bagi Tempat Kerja :

* Meningkatnya produktivitas kerja pekerja yang ber¬dampak positif terhadap pencapaian target dan tujuan.
* Menurunnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan.
* Meningkatnya citra tempat kerja yang positif.

Bagi Pemeinerintah Provinsi dan Kahupaten/Kota :

* Peningkatan Tempat Kerja Sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang baik.
* Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat dialihkan untuk peningkatan kesehatan bukan untuk menanggulangi masalah kesehatan.
* Dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
* Instansi Terkait:
* Adanya bimbingan teknis pelaksanaan pembinaan PHBS di Tempat Kerja.
* Dukungan buku panduan dan media promosi.

Langkah-Langkah
Pembinaan PHBS di Tempat Kerja
1. Analisis Situasi
Pimpinan di Tempat Kerja melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya komitmen dan kebijakan tentang pembinaan PHBS di Tempat Kerja serta bagaimana sikap dan perilaku pekerja terhadap kebijakan tersebut. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.

2. Pembentukan Kelompok Kerja
Penyusunan Kebijakan PHBS di Tempat Kerja
Pihak Pimpinan Tempat Kerja mengajak bicara/ berdialog pekerja dan serikat pekerja tentang :
• Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS di Tempat Kerja.
• Rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di Tempat Kerja.
• Penerapan PHBS di Tempat Kerja berserta antisi-pasi kendala dan solusinya.
• Menetapkan penanggung jawab PHBS di Tempat Kerja dan mekanisme pengawasannya.
• Cara sosialisasi yang efektif bagi masyarakat pekerja.
• Kemudian pimpinan membentuk Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Tempat Kerja.

3. Pembuatan Kebijakan PHBS di tempat kerja
Kelompok Kerja membuat kebijakan yang jelas, tujuan dan cara melaksanakannya.

4. Penyiapan Infrastruktur
• Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di Tempat Kerja.
• Instrumen Pengawasan.
• Materi sosialisasi penerapan PHBS di Tempat Kerja.
• Pembuatan dan penempatan pesan-pesan PHBS di tempat-tempat yang strategis di tempat kerja.
• Mekanisme dan saluran pesan PHBS di Tempat Kerja.
• Pelatihan bagi pengelola PHBS di Tempat Kerja.

5. Sosialisasi Penerapan PHBS di tempat kerja
• Sosialisasi penerapan PHBS di Tempat Kerja dan lingkungan internal.
• Sosialisasi tugas dan penanggung jawab PHBS di Tempat Kerja.

6. Penerapan PHBS di tempat kerja
• Penyampaian pesan PHBS di Tempat Kerja kepada pekerja seperti melalui penyuluhan kelompok, media poster, stiker, papan pengumuman, dan selebaran.
• Penyediaan sarana dan prasarana PHBS di Tempat Kerja seperti air bersih, jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci tangan, sarana olahraga, kantin sehat.
• Pelaksanaan pengawasan PHBS di Tempat Kerja.

7. Pengawasan dan Penerapan Sanksi
Pengawas PHBS di Tempat Kerja mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai peraturan yang telah ditetapkan oleh tempat kerja atau daerah setempat.

8. Pemantauan dan Evaluasi
• Lakukan pemantauan dan evaluasi secara periodik tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.
• Lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan dan putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.

Dukungan Untuk Pembinaan PHBS di Tempat Kerja
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota :
• Mengeluarkan kebijakan tentang Pembinaan PHBS di Tempat Kerja berupa peraturan/surat edaran/ instruksi/himbauan maupun dukungan dana.
• Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembi¬naan PHBS di Tempat Kerja di wilayah kerjanya.


Pimpinan Tempat Kerja :
• Mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan pembi¬naan PHBS di Tempat Kerja.
• Menyediakan sarana untuk penerapan PHBS di Tempat kerja seperti : sarana olahraga, kantin sehat, penyediaan air bersih, jamban sehat, tempat cuci tangan, tempat sampah , Alat Pelindung Diri (APD) media promosi dan Iain-lain.

PHBS di Rumah Tangga

Kesehatan adalah hak dasar manusia yang merupakan karunia Tuhan yang sangat tinggi nilainya.


Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia.oleh karena itu perlu dipelihara dan ditingkatkan.

Status kesehatan masyarakat antara lain ditentukan oleh Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Umur Harapan Hidup ( UHH).


AKI di Indonesia dilaporkan tahun 2005 sekitar 256 keamtian per 100.000 kelahiran hidup , anka ini masih jauh target nasional 2010 sebesar 125/100.000 kelahiran hidup. angka kematian ibu yang tinggi sangat erat kaitannya dengan ditolong tidaknya persalinan oleh tenaga kesehatan.


Untuk angka kematian Bayi (AKB) dilaporkan 32 kematian per 1000 kelahiran hidup tahun 2003 dan 25 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2006. Penyebab langsung kematian bayi terbanyak disebabkan karena pertumbuhan janin yang sangat lambat, kekurangan janin pada bayi, kelahiran premature dan berat bayi rendah.

Sedangkan untuk penyebab tidak langsung adalah kurangnya ibu yang memberikan ASI secara eksklusif, sehingga banyak bayi yang mudah terkena penyakit infeksi seperti diare dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) sehingga menyebabkan kematian.
Susenas 2004 melaporkan sebesar 35 persen bayi umur 0-6 bulan mendapat ASI ekslusif selama 24 jam terkhir. Dibandingkan dengan data susenas 2003 ada penurunan sebesar 3 persen. Dengan demikian pencapaian semakin jauh dari target Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan, yaitu sebesar 80 persen.

Data Susenas ( Survei Sosial Ekonomi Nasional)

* Persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebagai penolong pertama adalah 64 persen (Susenas 2004)
* Dibandingkan dengan Susenas 2001 dan 2003, angka tersebut mengalami kenaikan masing-masing 5 persen dan 3 persen.
* Peningkatan tersebut merupakan kontribusi peran bidan yang mencakup pertolongan persalinan masing-masing 50 persen (Susenas 2001), 53 persen (Susenas 2003) dan 55 persen (Susenas 2004).

Setiap jam 2 orang meninggal atau lebih dari 17.000 ibu meninggal setiap tahun. Sekitar 4 juta ibu hamil dan ibu menyusui menderita gangguan Anemia karena kekurangan zat besi. Lebih dari 1,5 juta balita yang terancam gizi buruk diseluruh pelosok tanah air. Setiap jam 10 dari sekitar 520 bayi yang di Indonesia meninggal dunia.

Perubahan tingkat kesehatan juga memicu transisi epidemiologi penyakit, yakni bertambahnya penyakit degenerasi atau sikenal dengan penyakit tidak menular (PTM).

Saat ini PTM seperti penyakit jantung, Stoke, Hipertensi, Diabetes Mellitius merupakan penyebab utama kematian dan ketidakmampuan fisik yang diderita oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia.


Terjadinya PTM ternyata telah mempunyai prakondisi sejak dalam kandungan dan masa pertumbuhan seperti berat bayi lahir rendah, kurang gizi dan terjadinya infeksi berulang, juga diperberat oleh perilaku tidak sehat.


Perilku tidak sehat yang saat ini menjadi tren gaya hidup masyarakat antara lain merokok, kurang Aktivitas fisik dan kurang mengkonsumsi buah dan sayur.


Menurut Susenas 2004 presentase penduduk umur 15 tahun ke atas yang tidak merokok adalah 66 persen. Dibandingkan Susenas 2001 dan 2003,terjadi penurunan sebesar 2 persen.
Susenas 2004 menunjukan secara keseluruhan hanya 6 persen penduduk umur 15 tahun ke atas yang cukup beraktivitas fisik, sebagaian besar (85 persen) penduduk kurang beraktivitas fisik dan 9 persen tidak biasa melakukan aktivitas/sedentary.


Susenas 2004 menunjukan secara keseluruhan hanya 1 persen penduduk umur 15 tahun keatas yang cukup mengkonsumsi sayur dan buah. Hampir seluruh penduduk (99% kurang) mengkonsumsi sayur dan buah. Sedangkan Susenas 2003, berdasarkan kriteria yang dipakai, menunjukan penduduk umur 10 tahun ke atas yang mengkonsumsi cukup serat adalah 9 persen dan yang mengkonsumsi kurang serat 91 persen.



Badan kesehatan Dunia memperkirakan tahun 2020 sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan disebabkan oleh PTM.


Masalah 1 Bagaimana Mengatasinya
Permasalahan di atas dapat di cegah dengan melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat khususnya di rumah tangga. Mengapa di rumah tangga? Karena anggota rumah tangga merupakan asset yang sangat potensial. Untuk diberdayakan dalam menjaga memelihara kesehatan.


Pengertian PHBS di Rumah Tangga
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya unutk memperdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.
Sasaran PHBS di Rumah Tangga adalah seluruh anggota keluarga yaitu :
- Pasangan Usia Subur
- Ibu Hamil dan Menyusui
- Anak dan Remaja
- Usia lanjut
- Pengasuh Anak


Manfaat PHBS di Rumah Tangga
Anggota keluarga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit Mampu mengupayakan lingkungan sehat Peningkatan kinerja dan citra Alokasi biaya penanganan masalah kesehatan dapat di alihkan unatuk pengembangan lingkungan sehat & penyedian sarana kesehatan merat bermutu & dan terjangkau
Anak tumbuh sehat & cerdas Mampu mencegah & menanggulangi masalah kesehatan Menjadi pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pengembangan PHBS di rumah tangga
Produktivitas anggota keluarga meningkat Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
Pengeluaran biaya dapat di alokasikan untuk pemenuhan gizi keluarga ,pendidikan & modal usaha untuk peningkatan pendapatan Mampu mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat seperti Posyandu,JPKM,tabungan bersalin,arisan jamban ,kelompok pemakai air,ambulan desa

Secara keseluruhan 19 persen Rumah Tangga di Indonesia masuk kategori Sehat.
Sedangkan untuk tahun 2006, secara nasional persentase rumah tangga yang memenuhi indikator rumah tangga sehat mencapai 30,13 persen. Berikut ini grafik pencapaian PHBS Rumah Tangga tahun 2004.


Langkah langkah pembinaan PHBS di Rumah Tangga
Di kabupaten Kota
a Mengeluarkan kebijakan tentang pembinaan PHBS di Rumah Tangga melalui Tim Penggerak PKK di seluruh kecamatan dan desa/kelurahan
b Sosialisasi pembinaan PHBS di Rumah Tangga kepada Tim Penggerak PKK
c Mengadvokasi Bupati /Walikota /DPRD untuk memperoleh dukungan kebijakan dan dana bagi pembinaan PHBS di Rumah Tangga diseluruh kecamatan dan desa/kelurahan.
d Memantau kemajuan pelaksanaan pembinaan PHBS di Rumah Tangga dan pencapaian Rumah Tangga tingkat kabupaten /kota.
e Memberikan penghargaan terhadap Pelaksana Terbaik PHBS di Rumah Tangga tingkat kabupaten/kota.


Di Kecamatan
a Mengeluarkan kebijakan tentang pembinaan PHBS di Rumah Tangga melalui Tim Penggerak PKK di seluruh desa /kelurahan
b Sosialisasi pembinaan PHBS di Rumah Tangga kepada Tim Penggerak PKK desa /kelurahan dan organisasi masyarakat lainnya.
c Mengadvokasi Camat dan lintas sektor terkait untuk memperoleh dukungan kebijakan dan dana bagi pembinaan PHBS di Rumah Tangga di seluruh desa/kelurahan.
d Menyusun rencana dan melaksanakan kegiatan pembinaan PHBS di Rumah Tangga berdasarkan prioritas masalah PHBS tingkat desa/kelurahan
e Melatih TP-PKK desa/kelurahan dalam melaksanakan pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
f Memantau kemajuan pelaksanaan pembinaan PHBS di Rumah Tangga dan pencapaian Rumah Tangga diseluruh desa.
g Mengirimkan hasil pengumpulan data PHBS di seluruh desa/kelurahan ke Dinasa Kesehatan kabupaten/kota untuk diolah lebih lanjut melalui Sistim Informsi Manajemen PHBS (SIM-PHBS).
h Melaksanakan penilaian PHBS di Rumah Tangga tingkat desa/kelurahan.
i Memberikan penghargaan terhadap Pelaksana Terbaik PHBS di Rumah Tangga tingkat desa/kelurahan.



Di Desa/Kelurahan
a Sosialisasi PHBS di Rumah Tangga
b Pengumpulan data PHBS di Rumah Tangga
c Pengolahan Data dan Pemetaan PHBS
d Perencanaan kegiatan
e Penggerakan dan Pelaksanaan Kegiatan.
f Pemantauan dan Penilaian.


Dukungan untuk PHBS di Rumah Tangga
a. Bupati/Walikota/Gubernur

* Mengeluarkan kebijakan dalam bentuk surat keputusan , surat edaran, atu intruksi tentang pembinaan PHBS di Rumah Tangga
* Mengalokasikan anggaran untuk pembinaan PHBS di Rumah Tangga
* Mengkoordinasikan kegiatan pembinaan PHBS di Rumah Tangga
* Memantau kemajuan pencapaian Rumah Tangga Sehat

b. DPRD

* Menyutujui anggaran untuk pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
* Mengevaluasikinerja Bupati /Walikota/ yang berkaitan dengan pencapaian Rumah Tangga Sehat.

c. Dinkes kab / kota

* Mengadvokasi Bupati / Walikota dan DPRD untuk memperoleh dukungan kebijakan dan dana bagi pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
* Sosialisasi PHBS di Rumha Tangga di berbagai kelompok sasaran.
* Menyusun rencana, pelaksanaan , pemantauan dan penilaian kegiatan pembinaan PHBS di Rumah Tangga melalui integrasi dan kemitraan lintas program dan sektoral.
* Menyediakan dan mendistribusikan media promosi pembianan PHBS di Rumah Tangga ke berbagai sasaran.
* Memantau kemajuan pencapaian Rumah Tangga Sehat.

d. Lintas Sektor

* Memberi dukungan terhadapa pelaksanaan pembinaan PHBS di Rumah Tangga sesuai dengan permasalahan yang ditemui dan berkaitan dengan kewenangan dan fungsi masing-masing.
* Menciptakan suasana atau opini yang positif untuk pengembangan PHBS di Rumah Tangga.

Jamkesda Kurang Rp 635 Juta

Jamkesda Kurang Rp 635 Juta
By redaksi
Kamis, 14-Januari-2010, 07:39:21 31 clicks Send this story to a friend Printable Version

SERANG - Anggaran jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) berkurang Rp 635 juta. Dalam APBD Kota Serang tahun anggaran 2010, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Serang hanya sanggup mengalokasikan Rp 690 juta untuk 23 ribu peserta Jamkesda.

Kepala Dinkes Kota Serang Asep Misbach mengatakan, anggaran yang dialokasikan Dinkes hanya mencukupi untuk 11 ribu peserta Jamkesda. “Saya berharap, 12 peserta Jamkesda lainnya dapat didata oleh PT Askes untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak,” ujar Asep saat Sosialisasi Jamkesda di Aula Puspemkot Serang, Rabu (13/1).
Hadir sebagai peserta sosialisasi para camat, lurah, dan kepala desa se-Kota Serang. Hadir pula Kepala Cabang Utama PT Askes (Persero) Tangerang Benjamin Saut, serta perwakilan RSUD Serang dr Retno.
Asep pun membeberkan, validasi warga miskin penerima Jamkesmas maupun Jamkesda perlu dipertanyakan. Untuk itu, Asep meminta kepala desa melakukan verifikasi ulang.
Ia mengatakan, pada pendataan awal, ada 106 ribu penerima Jamkesmas. Namun saat penyisiran ulang, ada 23 ribu pemegang surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang tidak termasuk jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). “Merekalah yang kemudian dimasukkan ke Jamkesda. Tapi, lantas kita juga tidak begitu percaya. Saya rasa, perlu ada pendataan ulang di lapangan,” ulasnya.
Asep mengatakan, pendataan dilakukan dengan cara menyusuri satu persatu identitas penerima Jamkesda. Ia meminta, nama-nama yang sudah meninggal, pindah domisili, atau alih status untuk segera dicoret.
Pada kesempatan itu, Asep menginformasikan, berdasarkan hasil konsultasi dengan Pemprov Banten, kartu Jamkesda berlaku di seluruh kabupaten/kota yang ada. Misalnya peserta Jamkesda warga Kota Serang sakit, ia boleh berobat di kabupaten/kota lain.
Di tempat yang sama, Kepala Cabang Utama PT Askes (Persero) Tangerang Benjamin Saut mengatakan, terkait kekurangan anggaran dapat diselesaikan melalui APBD Perubahan Kota Serang, yang mulai dibahas pertengahan tahun ini.
Benjamin mengatakan, berdasarkan hitungan PT Askes, dibutuhkan anggaran Rp 1,325 miliar untuk peserta Jamkesda sebanyak 23 ribu. “Sedangkan Pemkot baru ada dana Rp 690 juta. Sisanya baru dibayarkan lewat APBD Perubahan,” ulasnya.
Kata dia, segala jenis penyakit yang merupakan standar Departemen Kesehatan dapat ditangani dengan Jamkesda.
Sebelum Kota Serang, tambahnya, PT Askes telah melakukan kerjasama dengan Pemkot Cilegon dengan 20 ribu peserta Jamkesda serta 11 ribu peserta Jamkesda di Pemkab Serang. “Sementara, kabupaten/kota yang lain belum ada kerjasama,” pungkas Benjamin. (cr-2)