SELAMAT DATANG DI BLOG DINAS KESEHATAN KOTA SERANG

Go to fullsize image

Minggu, 07 Februari 2010

Peningkatan Suhu Iklim Potensi Penyakit ISPA Melonjak

Meningkatnya suhu udara akhir-akhir ini berpotensi mengundang peningkatan penyakit musim pancaroba. Dalam kondisi terjadi perubahan suhu yang ekstrem, tubuh manusia kerap rentan terhadap sejumlah penyakit dan dipaksa untuk menyesuaikan diri.

Guna menghindari potensi penyakit-penyakit tersebut, masyarakat diminta menjaga pola makan yang sehat. Suhu udara tidak menentu dalam beberapa minggu terakhir ini memicu penyakit, diantaranya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan demam berdarah dengue (DBD). Pada musim pancaroba, keluhan penyakit ISPA melonjak 10-20 %. Keluhan itu umumnya adalah penyakit batuk dan influenza.

Gejala awal gangguan saluran pernapasan yaitu batuk, bronkhitis, pilek atau influenza disertai bersin-bersin dan peningkatan suhu tubuh atau demam. Demam ditandai dengan suhu tubuh di atas 37°C. Pada influenza biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh sekitar 38°C hingga 40°C, selain itu kepala terasa sakit, juga otot-otot dan sendi-sendi, terasa lelah, kurang nafsu makan, suara parau, batuk yang tidak produktif, sakit tenggorokan dengan langit-langit di hulu tampak memerah, radang mata, keluar ingus, dan kongesti hidung. Panas tubuh biasanya lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Gejala-gejala tersebut berangsur-angsur berkurang dan biasanya akan hilang sesudah 3-5 hari, namun batuk dan rasa lemah serta keletihan tetap berlangsung beberapa hari kemudiannya.

Posisi Matahari
Sebagaimana dilansir pada harian Koran Tempo (Jumat,23/10), Kepala Bidang Informasi Meteorologi Publik dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Mulyono Prabowo, mengemukakan, suhu udara di Jakarta dalam beberapa hari terakhir ini memang semakin terasa panas.

Hal itu disebabkan posisi matahari yang sedang bergerak ke bagian selatan saat ini berada di atas Pulau Jawa sehinga kelembapan udara ikut turun. Selain itu didukung pula beberapa hari ini tidak turun hujan.

Menurut Mulyono, suhu di Jakarta akhir-akhir ini berkisar 33 hingga 35 derajat Celcius. “Memang belum ekstrem, tetapi sudah cukup panas,” katanya. Cuaca panas itu diperkirakan akan terjadi hingga akhir bulan ini. Walaupun peluang hujan lokal masih dapat terjadi dalam beberapa pekan ke depan.

Lebih lanjut Mulyono menuturkan, tiap tahun suhu udara meningkat. “Tapi perlahan-lahan, tidak drastic,” kata Mulyono. Faktor penyebabnya antara lain karena pemanasan global.

Perubahan iklim seperti hal tersebut jelas sekali membawa pengaruh keada kondisi kesehatan tubuh manusia,ditambah lagi bagi warga yang tinggal di kota-kota besar, yang akrab dengan kondisi udara yang kurang baik bagi kesehatan pernapasan akibat polusi.

Pencegahan
Paparan terik matahari mengakibatkan tubuh kekurangan cairan tubuh (dehidrasi). Hal ini sangat mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh. Ketika stabilitas daya tahan tubuh menurun, keadaan kian diperparah akibat udara yang kotor. Udara yang kotor dapat mucul dari polusi asap kendaraan, debu, asap pabrik, asap perokok, dan lainnya.

Penyakit pada musim pancaroba dapat menyerang siapa saja, namun biasanya lebih sering pada orang-orang yang daya tahan tubuhnya lemah, mobilitas tinggi, dan pada anak-anak. Kemunculan penyakit penyakit tersebut kasusnya menjadi tinggi pada awal perubahan musim/pancaroba karena banyaknya kotoran yang menjadi vektor bagi bakteri dan virus penyebab penyakit, juga tak lepas dari pola pengonsumsian makanan. Penyakit tersebut dapat timbul karena adanya bakteri atau virus yang mencemari makanan atau minuman.

Penyakit-penyakit pada musim pancaroba tersebut akan terus berulang seiring dengan perubahan musim, namun setidaknya kita bisa mencegah atau mengantisipasinya, yaitu antara lain :

* Menjaga kebersihan makanan dan minuman, membersihkan tangan secara baik sesudah buang air besar atau menjelang makan. Penting untuk diperhatikan bagi orang yang sering menggunakan piranti handphone, keryboard, dan mouse.
* Berhati-hatilah mengonsumsi makanan, hindari jajan sembarangan.
* Sering-sering minum air putih, khususnya untuk pekerja kantoran yang banyak duduk di kursi dan bekerja di depan komputer. Minum air yang bersih dan matang
* Menjaga kebersihan lingkungan, memberantas lalat, nyamuk, kecoa, semut
* Makan makanan yang bergizi dan seimbang, istirahat yang cukup serta hidup yang teratur, untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
* Jaga disiplin waktu untuk bekerja dan istirahat. Jangan sering-sering begadang, bekerja jangan terlalu berlebihan, sesuai proporsinya saja. Istirahat juga jangan kebanyakan tidur, secukupnya. Semua ada proporsinya.
* Jangan merokok dan dekat-dekat dengan perokok. Tegur orang disamping atau yang seruangan dengan Anda jika mereka merokok.
* Hindari udara berdebu, berpotensi penuh bakteri. Gunakan masker anti debu jika mengendarai motor. Ketika hujan ringan (gerimis) upayakan jangan mencoba melewatinya jika tidak terpaksa, karena ketika gerimis debu juga berterbangan.
* Perhatikan kebersihan piring dan gelas sebelum digunakan.
* Secara berkala bersihkan ruang/kamar pribadi. Sapu, dipel, ganti seprei kasur, bersihkan gorden, secara berkala. Saat bersih-bersih, hati-hati debu. Kalau perlu gunakan masker anti debu dan sarung tangan.
* Jaga kebersihan sekitar rumah / tempat tinggal, keberadaan pohon/tanaman yang menyejukkan juga diperlukan. Buang sampah pada tempatnya, jangan sampai ada genangan air yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.

Bila terjadi keluhan yang serius, segera pergi ke dokter. Jika memungkinkan, lakukan General Check-Up ke dokter secara berkala.

Masyarakat Diminta Waspadai DBD Januari - Februari

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sejak tahun 2003 sampai 2008 , kasus DBD banyak ditemui pada bulan Januari dan Februari, sehingga masyarakat perlu waspada, hal ini dikatakan oleh Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Jawa Tengah, Djoko Mardijanto .

Kasus DBD pada 2009, mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2008, termasuk angka kematian karena DBD, ini terbukti salah satu contoh dari angka insident rate" (IR) atau angka kasus DBD di Jateng pada 2008 tercatat total kasus mencapai 19.307 penderita, dengan `case fatality rate` (CFR) atau angka kematian tercatat mencapai sebanyak 229 orang atau sekitar 1,19 persen.

Sedangkan pada tahun 2009, IR menurun menjadi sebanyak 16.500 penderita, sedangkan CFR tercatat sebesar 1,3 persen atau sebanyak 221 orang.

Namun masyarakat diharapkan harus tetap waspada terhadap penyebaran dan penularan penyakit DBD .

Terjadinya penurunan kasus penyakit DBD selama 2009 tersebut diharapkan juga terjadi pada tahun 2010, sehingga penekanan terhadap penyebaran dan penularan penyakit DBD harus terus dilakukan.

Oleh karena itu, ada beberapa tips untuk menekan dan memberantas penyebaran penyakit DBD :

1. Menguras tempat-tempat penampungan air seperti : bak mandi / WC, tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
2. Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum dan lain-lain
3. Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar / di luar rumah yang dapat menampung air hujan
4. Tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk :

* Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid 2 – 3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosid untuk 100 liter air. Abate dapat diperoleh/dibeli di puskesmas atau di apotik
* Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk
* Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk
* Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
* Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
* Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar

Pemberantasan untuk nyamuk, dapat pula dengan melakukan fogging (pengasapan ) secara beerkala dimana biasanya Puskesmas berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah, dan dapat juga dilakukan oleh pihak swasta.

Sabtu, 06 Februari 2010

Alternatif pembiayaan kesehatan perlu dicari

Rabu, 03/02/2010 19:41:31 WIBOleh: R. Fitriana
JAKARTA (bisnis.com): Pemerintah perlu mencari alternatif pembiayaan lain untuk kesehatan karena minimnya belanja kesehatan nasional.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Bambang Purwoko menyatakan alternatif pembiayaan lain untuk sektor kesehatan di antaranya dengan partisipasi seluruh rakyat Indonesia untuk iuran jaminan kesehatan bersama pemerintah.

"Ada beberapa cara untuk alternatif pembiayaan kesehatan, seperti diberlakukan jaminan kesehatan yang berbasis iuran," katanya saat seminar Program Jaminan Kesehatan hari ini.

Dia menilai akibat dari rendahnya kualitas kesehatan di Tanah Air, maka kematian ibu saat melahirkan menjadi tinggi, yakni sebanyak 420 per 100.000 populasi yang berarti satu dari 238 orang ibu yang melahirkan telah meninggal dunia.

"Dampak lainnya adalah kematian anak balita di Indonesia yang pada tahun lalu sebanyak 34 per 1.000 anak, artinya satu dari 29 anak balita meninggal dunia," ungkapnya.

Untuk memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat, dikatakan Kadiv Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PT Jamsostek (Persero) Sylvia Achmad dapat dengan cara mengikuti jaminan sosial tenaga kerja.

Pasalnya, dia menambahkan dalam jaminan sosial ini ada program yang dapat memberikan jaminan bagi kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di luar wilayah domisilinya.

"Fasilitas kesehatan yang diperoleh dapat dengan rujukan eksternal maupun reimbursement emergency di luar wilayahnya," tukasnya. (tw)

Angka kematian ibu masih tinggi

Jumat, 29/01/2010 13:30:27 WIBOleh: Rahmayulis Saleh
JAKARTA (bisnis.com): Kematian dan kesakitan ibu hamil, bersalin, dan nifas masih merupakan masalah besar di Indonesia. WHO memperkirakan di dunia setiap tahunnya lebih dari 585.000 ibu meninggal saat hamil atau bersalin.

"Di negara miskin rata-rata 25%-50% kematian perempuan usia subur disebabkan masalah yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas," kata Sri Hermiyanti, Direktur Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Kemenkes hari ini.

Dia menuturkan di Indonesia, angka kematian ibu (AKI) masih tinggi yaitu 228/100.000 kelahiran hidup (KH). Angka kematian bayi masih 34/1.000 KH.

"Ini merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menurunkannya. Untuk AKI ditargetkan pada 2014 menjadi 117/100.000 KH, dan AKB 24/1.000 KH," ujarnya saat memaparkan program Kampanye P4K dan Penggunaan Buku KIA.

Sri mengatakan pada 2008, terdapat 4.692 jiwa ibu melayang karena ketiga kasus (kehamilan, persalinan, dan nifas) tersebut. Kematian langsung ibu hamil dan melahirkan tersebut akibat terjadinya perdarahan (28%), eklamsia 24%, dan infeksi 11%, partus lama 5%, dan abortus 5%.

Sementara itu, penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari karena gangguan pernapasan 36,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, dan kelainan darah/ikterus 6,6%.

Kampanye Program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) dan pemanfaatan Buku Kesehatan ibu dan anak (Buku KIA) ini, kata Sri, merupakan kerja sama Kemenkes dengan kelompok Solidaritas Isteri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB).

Tema kampanye tersebut adalah Ibu selamat, bayi sehat, dan suami siaga. Tujuannya, kata Sri, a.l. menggalakkan kembali pelaksanaan P4K dan penggunaan buku KIA, agar masyarakat waspada tentang pentingnya persiapan pemeriksaan kesehatan, mendorong semua pihak berpartisipasi aktif dalam program kesehatan ibu, bayi, dan balita.

Peluncuran kampanye ini ditandai dengan acara yang diadakan di Gedung Dhanapala pada 3 Februari dengan peserta sekitar 1.200 orang. Saat itu akan dinobatkan Duta Ibu Hamil Widi Mulia Sasono (Widi B3), yang sedang hamil 5 bulan, calon anak keduanya.

Buku KIA sudah diterbitkan sejak 1998, tapi banyak masyarakat yang belum tahu. "Karena itu sekarang diaktifkan lagi melalui kampanye. Nantinya setiap ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas, akan mendapatkan buku KIA ini," ujar Fatni Sulani, Direktur Bina Kesehatan Anak Dirjen Binkesmas, Kemenkes. (tw)

Paru-paru Anak yang Rusak Kena Asap Rokok Lebih Sulit Sembuh

Orang dewasa yang merokok bisa mengalami gangguan paru-paru namun bisa disembuhkan jika berhenti merokok. Tapi tidak demikian jika itu terjadi pada anak-anak. Paru-paru anak yang rusak kena asap rokok lebih susah disembuhkan.

Anak-anak rentan sebagai perokok pasif karena terpapar asap dari perokok. Peneliti mengungkapkan anak yang sering terpapar asap rokok berisiko terkena penyakit emfisema.

Emfisema adalah kerusakan dari dinding alveolar paru-paru, yaitu tempat oksigen ditukar dengan senyawa karbon dioksida. Penyakit ini juga mengurangi elastisitas dari paru-paru itu sendiri. Peneliti mengungkapkan emfisema bisa menjadi salah satu ukuran yang paling sensitif untuk kerusakan yang terjadi di paru-paru.

Peneliti mengungkapkan orang yang sudah berhenti merokok ada kemungkinan mengalami kesembuhan pada beberapa fungsi paru-parunya, tapi tampaknya anak-anak tidak seberuntung itu.

Dilaporkan bahwa anak-anak yang secara rutin terpapar asap tembakau di rumah, kemungkinan lebih tinggi terkena masalah paru-paru saat dewasa nanti. Hal lain yang mengejutkan adalah paru-paru tersebut susah sekali untuk disembuhkan secara total jika anak-anak telah terpapar sejak kecil.

Ilmuwan dari Columbia University's Mailman School of Public Health mempelajari CT-Scan dari 1.781 orang dewasa yang tidak merokok. Partisipan juga ditanya mengenai seberapa sering terpapar asap rokok saat masih anak-anak.

Hasilnya menunjukkan partisipan yang sudah terpapar sejak kecil memiliki gangguan emfisema seperti adanya perubahan dalam bentuk paru-parunya.

"Asap tembakau memang bisa menimbulkan efek jangka pendek, tapi penelitian ini menunjukkan salah satu dari efek jangka panjang asap rokok yang terpapar saat masih kecil," ujar Gina Lovasi, seperti dikutip dari La Times, Rabu (30/12/2009).

Gejala utama dari emfisema adalah adanya penyempitan saluran napas karena kantung udara di paru-paru menggelembung secara berlebihan dan menyebabkan kerusakan.

Gejala yang ditimbulkan awalnya mirip dengan bronkhitis, sesak napas, bentuk dada seperti menggelembung bahkan penderita kadang harus membungkuk serta batuk yang terus menerus.

Badan perlindungan lingkungan AS (EPA) menuturkan dalam asap rokok terdapat 4.000 senyawa kimia, 200 diantaranya bersifat toksik (beracun), 43 senyawa karsinogenik (memicu kanker) serta puluhan ribu lainnya penyebab jantung koroner.

Saat ini asap rokok masuk dalam kategori zat karsinogenik golongan A, karena banyaknya penelitian yang menunjukkan bahaya dari asap rokok ini.

Ayo Cegah Kanker Sedini Mungkin!

Yayasan Kanker Indonesia bekerjasama dengan Departemen Radioterapi RSCM, Perhimpunam Onkologi Indonesia, Perhimpunan Onkologi Radiasi Indonesia, dan Cancer Information and Support Center (CISC) menggelar aksi damai di Bundaran HI sebagai bentuk peringatan Hari Kanker Sedunia yang jatuh pada hari Kamis (4/2/2010).

Aksi damai tersebut dilakukan dengan membagikan stiker dan leaflet kepada para pengguna jalan di sekitar Bundaran HI, Jakarta. Mereka juga membentangkan poster bertuliskan stop merokok sekarang juga, rokok dapat memicu kanker.

Dr N Rico Napitupulu dari Departemen Radioterapi RSCM mengimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk mencegah kanker sedini mungkin. "Aksi damai ini kami lalukan sebagai peringatan dalam rangka Hari Kanker Sedunia yang jatuh pada hari ini. Kesempatan ini kami juga mengampanyekan bahaya penyakit kanker. Kanker dapat dicegah sedini mungkin," ujar Rico Napitupulu

Pencegahan kanker dapat dilakukan dengan pola hidup sehat, antara lain berhenti merokok dan hindari paparan terhadap rokok, mengurangi konsumsi alkohol, hindari paparan sinar matahari yang berlebihan, memakan makanan yang sehat, dan olahraga secara teratur.

"Pola hidup sehat ini bisa dilakukan dengan mengupayakan mengedukasi pola hidup sehat, mengonsumsi makanan sehat, tanpa bahan pengawet, olahraga, tidak merokok, positif thingking," ucap Rico

Ia menambahkan, dengan berpikiran positif kita dapat terhindari dari stres dan mengurangi pengaruh pada emosi dan juga pengaruh pada hormonal sehingga dapat meminimalisasi pertumbuhan kanker.

Penderita kanker saat ini seperti yang dicatat di Departemen Radioterapi RSCM, per tahun penderita kanker tercatat sebanyak 1500 pasien dari seluruh Indonesia.

"Betapa besarnya jumlah penderita kanker. Kanker yang paling banyak tercatat adalah kanker mulut rahim, kanker payudara, kanker nasofaring. Kanker nasofaring ini tidak bisa dioperasi dan biasanya hanya bisa ditanggulangi dengan kemoterapi dan radiasi," ucap dr Rico.


Sumber : kompas.com

Inilah 11 Sayuran Pembunuh Kanker

Ketua Cancer Information and Support Center (CISC) Semarang Cahyaning Puji Astuti mengatakan, setidaknya ada sekitar 11 jenis sayuran yang terbukti ampuh untuk mencegah munculnya penyakit kanker.

"Buah-buahan dan sayuran sebenarnya jauh lebih hebat dibandingkan vitamin, namun tidak semua sayur dan buah merupakan antikanker," katanya seusai seminar "Menyiapkan Makanan Sehat Pencegah Kanker" di RS Telogorejo, Semarang, Kamis (10/12/2009).

Naning menyebutkan, 11 sayuran pencegah kanker tersebut, di antaranya kubis, bawang putih, bawang bombai, kedelai, kunyit, teh hijau, tomat, jeruk, cokelat, dan buah-buahan beri, seperti bluberi dan stroberi.

Namun, meskipun beberapa sayuran dan buah-buahan itu berkhasiat sebagai antikanker, diperlukan kewaspadaan dan pemahaman zat-zat yang terkandung dalam sayuran itu, termasuk memerhatikan proses pengolahannya.

Menurut dia, kubis merupakan musuh utama kanker, baik kubis hijau, kubis putih, brokoli, bunga kol, selada air, maupun kol ungu. Bahkan, khasiat kubis sudah dikenal sejak zaman Hipokrates sekitar 460-377 SM.

"Hipokrates mengatakan, kubis merupakan sayuran dengan beribu-ribu khasiat, dan mengonsumsi kubis minimal lima porsi setiap minggu terbukti dapat memperkecil risiko terserang kanker dan memperlambat perkembangan kanker," katanya.

Akan tetapi, proses pengolahan kubis tetap harus diperhatikan agar tidak menghilangkan khasiatnya, di antaranya tidak memasaknya terlalu lama, tetapi tetap harus bersih, dan mengunyahnya secara cermat.

Bawang putih dan bawang bombai juga sangat efektif untuk mencegah kanker, terutama kanker saluran pencernaan, kerongkongan, lambung, usus besar, prostat, paru-paru, dan kanker payudara.

"Makanan pencegah kanker ditemui pula dalam kedelai, yang banyak diolah menjadi tahu, tempe, dan susu. Sebab, kedelai mengandung isoflavon yang merupakan senyawa antikanker yang memiliki struktur kimia mirip dengan hormon seks," katanya.

Berkaitan dengan kemiripan struktur kimia isoflavon dengan hormon seks itu, ia mengingatkan, konsumsi kedelai secara berlebihan tidak dianjurkan untuk penderita kanker payudara dan kanker prostat.

"Kedua kanker itu merupakan jenis kanker yang sangat bergantung pada hormon, yakni hormon estrogen untuk kanker payudara dan hormon androgen untuk kanker prostat," kata Naning yang juga menderita kanker.

Selain itu, kata dia, resep menghindari risiko terkena kanker dapat dilakukan dengan menghindari makanan-makanan tertentu, misalnya, makanan yang diasinkan, makanan yang diasap, dan makanan yang digoreng.

"Olahraga secara teratur, berhenti merokok, dan menghindari konsumsi daging merah juga merupakan penerapan pola hidup sehat yang perlu diterapkan untuk mencegah kanker," kata Naning.

PHBS di Tempat Umum

Penularan penyakit dapat terjadi di tempat-tempat umum karena kurang tersedianya air bersih dan jamban, kurang baiknya pengelolaan sampah dan air limbah, kepadatan vector berupa lalat dan nyamuk, kurangnya ventilasi dan pencahayaan, kebisingan dan lain-lain. Tempat-tempat umum yang tidak sehat dapat menimbulkan berbagai penyakit, yang selanjutnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia.

Penyakit yang banyak terjadi di tempat-tempat umum antara lain Diare, Demam Berdarah, keputihan, Infeksi Saluran Pernafasan Akut serta penyakit-penyakit lain akibat terpapar asap rokok, seperti : penyakit Paru-paru, Jantung dan Kanker.

Sekitar 55% sumber penularan penyakit Demam Berdarah terjasi di tempat-tempat umum, oleh karena itu tempat-tempat umum perlu menjadi perhatian utama dalam pemberantasan penyakit.

Terjadinya penyakit-penyakit tersebut disebabkan lingkungan yang buruk dan perilaku yang tidak sehat seperti tidak menggunakan air bersih, membuangg sampah sembarangan, membiarkan air tergenang, dan kebiasaan merokok di tempat umum.

Menurut WHO, setiap tahunnya sekitar 2,2 juta orang di negara-negara berkembang terutama anak-anak meninggal dunia akibat berbagai penyakit yang disebabkan oleh kurangya air minum yang aman, sanitasi dan hygiene yang buruk.

Setiap itu, terdapat bukti bahwa pelayanan sanitasi yang memadai, persediaan air yang aman, system pembuangan sampah serta pendidikan hygiene dapat menekan tingkat kematian akibat Diare sampai 65%, serta penyakit-penyakit lainnya sebanyak 26%.


Perlunya pembinaan PHBS di Tempat-tempat Umum
Kondisi lingkungan yang buruk dan perilaku yang tidak sehat di tempat-tempat umum dapat menimbulkan berbagai penyakit. Untuk mencegah resiko terjadinya berbagai penyakitdan melindungi diri dari ancaman penyakit setiap individu, kelompok dan masyarakat tempat-tempat umum, diharapkan dapat melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Penerapan PHBS di tempat-tempat umum, merupakan salah satu upaya strategis terciptanya tempat-tempat umum sehat. Melalui upaya ini, diharapkan masyarakat yang berada di tempat-tempat umum seperti pengunjung, pedagang, pengelola, awak angkutan, jamaah akan terhindar dari penyakit.

PHBS di tempat-tempat umum dapat diwujudkan melalui tersedianya sumber air bersih, jamban, tempat pembuangan sampah, adanya larangan untuk tidak merokok, serta anjuran untuk menutup makanan dan minuman yang terhidang (untuk penjaga makanan).


PHBS di Tempat-tempat Umum
PHBS di tempat-tempat umum adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan pengelola tempat-tempat umum agar tahu, mau dan mapu untuk mempraktikan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan tempat-tempat umum
Sehat.

Adapun yang dimaksud dengan tempat-tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat seperti sarana pariwisata, transportasi, sarana ibadah, sarana perdagangan dan olah raga, rekreasi dan sarana social lainnya.
Tujuan :

* Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat di tempat-tempat umum.
* Meningkatnya tempat-tempat umum sehat, khususnya tempat perbelanjaan, rumah makan, tempat ibadah dan angkatan-angkatan

Sasaran PHBS di Tempat-tempat Umum
- masyarakat pengunjung/pembeli
- pedagang
- petugas kebersihan, keamanan pasar
- konsumen
- pengelola (pramusaji)
- jamaah
- pemelihara/pengelola tempat ibadah
- remaja tempat ibadah
- penumpang
- awak angkutan umum
- pengelola angkutan umum

Manfaat PHBS di Tempat-tempat Umum
Bagi Masyarakat:
- Masyarakat menjadi lebih sehat dan tidak mudah sakit
- Masyarakat mampu mengupayakan lingungan sehat, serta mampu mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi

Bagi Tempat Umum:
- Lingkungan di sekitar tempat-tempat umum menjadi lebi bersih, indah dan sehat, sehingga meningkatkan citra tempat umum.
- Meningkatkan pendapatkan bagi tempat-tempat umum sebagai akibat dari meningkatnya kunjungan pengguna tempat-tempat umum.

Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota :
- peningkatan persentase tempat umum sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah kabupaten/kota yang baik.
- Kabupaten/Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di tempat-tempat umum.




Langkah-langkah pembinaan PHBS di tempa-tempat umum
1. Analisis Sistem
Penentu kebijakan/pimpinan di tempat-tempat umum melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di tempat-tempat umum serta bagamana sikap dan perilaku khalayak sasaran (pengelola, karyawan dan pengunjung) terhadap kebijakan PHBS di tempat-tempat umum. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.

2. Pembentukan Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Tempat-tempat Umum
Pihak pimpinan/penanggung jawab tempat-tempat umum mengajakn bicara/berdialog pengelola dan karyawan di tempat-tempat umum tentang:
o Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS di tempat-tempat umum.
o Membahas rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di tempat-tempat umum
o Meminta masukan tentang penerapan PHBS di tempat-tempat umum, antisipasi kendala dan sekaligus alternative solusi.
o Menetapkan penanggung jawab PHBS di tempat-tempat umum dan mekanisme pengawasannya.
o Membahas cara sosialisasi yang efektif bagi pengelola, karyawan dan pengunjung
o Kemudian pimpinan/penanggung jawab di tempat-tempat umum membentuk Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di tempat-tempat umum.

3. Pembuatan Kebijakan PHBS di Tempat-tempat Umum

Kelompok Kerja membuat kebijakan yang jelas, tujuan dan cara melaksanakanya.


4. Penyiapan Infrastruktur
o membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di tempat-tempat umum.
o Instrumen pengawasan
o Materi sosialisasi penerapan PHBS di tempat-tempat umum
o Pembuatan dan penempatan pesan-pesan PHBS di tempat-tempat umum yang strategis
o Mekanisme dan saluran pesan PHBS di tempat-tempat umum.
o Pelatihan bagi pengelola PHBS di tempat-tempat umum.


5. Sosialisasi Penerapan PHBS di Tempat-tempat Umum
o Sosialisasi penerapan PHBS di tempat-tempat umum di lingkungan internal
o Sosialisasi tugas dan penanggung jawab PHBS di tempat-tempat umum


6. Penerapan PHBS di Tempat-tempat Umum
o Penyampaian pesan PHBS di tempat-tempat umum kepada pengunjung seperti melalui penyuluhan, enyebarluasan informasi melalui media poster, striker, papan pengumuman, billboard, spanduk, dsb.
o Penyediaan saran dan prasarana PHBS di tempat-tempat umum seperti air bersih, jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci tangan, dsb.
o Pelaksanaan pengawasan PHBS di tempat-tempat umum

7. Pengawasan dan Penerapan Sanksi
Pengawasa penerapan PHBS di tempat-tempat umum mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai dengan Peraturan Daerah setempat seperti merokok di tempat-tempat umum, membuang sampah sembarangan.


8. Pemantauan dan Evaluasi
o Lakukan pemantauan dan evaluasi secara periodic tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.
o Minta pendapat Pokja PHBS di tempat-tempat umum dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.
o Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.

PHBS di Institusi Kesehatan

Gambaran Umum institusi Kesehatan

Institusi Kesehatan adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat seperti rumah sakit, Puskesmas dan klinik swasta.

Lalu lalang berkumpulnya orang sakit dan sehat di institusi kesehatan dapat menjadi sumber penularan penyakit bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung.

Terjadinya infeksi oleh bakteri atau virus yang ada di institusi kesehatan, penularan penyakit dari penderita yang dirawat di institusi kesehatan kepada penderita lain atau petugas di institusi kesehatan ini disebut dengan Infeksi Nosokomial.

Infeksi Nosokomial dapat terjadi karena kurangnya kebersihan institusi kesehatan atau kurang higienis, tenaga kesehatan yang melakukan prosedur medis tertentu kurang terampil. Penularan penyakit juga dapat terjadi karena tidak memadainya fasitftas institusi kesehatan seperti ketersediaan air bersih, jamban, pengelolaan sampah dan limbah .

Juga perilaku dari pasien, petugas kesehatan dan pengunjung seperti membuang sampah dan meludah sembarangan.
Dengan tidak diterapkannya Perilaku
Hidup Bersih dari Sehat (PHBS) di institusi
Kesehatan dapat membuat orang sakit
bertambah sakit dan yang sehat
menjadi sakit.
Berdasarkan data tahun 2004 dan.
Departemen Kesehatan, ternyata infeksi
Nosokomial merupakan salah satu
penyumbang penyakit tertinggi.


Persentase tingkat risiko terjangkitnya Infeksi Nosokomial pada Rumah Sakit Umum mencapai 93,4% sedangkan Rumah Sakit Khusus hanya 6,6%. Antara 1,6-80,8 % merupakan Infeksi Nosokomial pada penyakit saluran pencernaan.

Data survei PHBS di Institusi Kesehatan per provinsi tahun 2004 (Profil Promosi Kesehatan) menunjukkan masih di bawah 50 % dari institusi kesehatan di provinsi yang sudah baik pelaksanaan PHBS-nya.

Padahal institusi kesehatan seharusnya dapat menjadi contoh penerapan PHBS bagi masyarakat pengunjung dan institusi non kesehatan.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia 2005 terdapat peningkatan jumlah institusi kesehatan dari tahun-tahun sebelumnya.

Dapat dilihat pada tabel berikut:

Peningkatan jumlah institusi kesehatan tersebut diharapkan pula akan meningkatkan penerapan PHBS di Institusi kesehatan.

Perlunya pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan
Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Institusi Kesehatan sangat diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencegah penularan penyakit dan mewujudkan Institusi Kesehatan Sehat.

Oleh karena itu, sudah seharusnya semua pihak ikut rnemelihara, menjaga dan mendukung terwujudnya Institusi kesehatan Sehat.
PHBS di Institusi Kesehatan

PHBS di Institusi Kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan berperan aktif dalam mewujudkan Institusi Kesehatan Sehat.


Tujuan PHBS di institusi Kesehatan
• Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di institusi kesehatan.
• Mencegah terjadinya penularan penyakit di insti¬tusi kesehatan.
• Menciptakan Institusi kesehatan yang sehat.

Sasaran PHBS di Institusi Kesehatan
• Pasien.
• Keluarga Pasien.
• Pengunjung.
• Petugas Kesehatan di institusi kesehatan.
• Karyawan di institusi kesehatan.

Manfaat PHBS
di Institusi Kesehatan
Bagi Pasien/Keluarga Pasien/Pengunjung :
• Memperoleh pelayanan kesehatan di institusi
• kesehatan yang sehat.
• Terhindar dari penularan penyakit.
• Mempercepat proses penyembuhan penyakit dan
• peningkatan kesehatan pasien.

Bagi Institusi Kesehatan :
• Mencegah terjadinya penularan penyakit di institusi kesehatan.
• Meningkatkan citra institusi kesehatan yang baik sebagai tempat untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.

Bagi Pemerintah Daerah :
• peningkatan persentase Institusi Kesehatan Sehat menunjukkan kinerja dan citra Pemerintah Kabupaten/Kota yang baik.
• Kabupaten/Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan.
Indikator PHBS di Institusi Kesehatan
Semua PHBS diharapkan dilakukan di Institusi Kesehatan. Namun demikian, institusi kesehatan teiah masuk kategori Institusi Kesehatan Sehat, bila pasien, masyarakat pengunjungdan petugasdi institusi kesehatan ;
1. Menggunakan air bersih,
2. Menggunakan jamban.
3. Membuang sampan patla tempatnya,
4. Tidak merokok di institusi kesehatan.
5. Tidak meludah sembarangan.
6. Memberantas Jentik nyamuk.


Dukungan untuk PHBS di Institusi Kesehatan
PHBS di Institusi Kesehatan dapat terwu-jud apabila ada keinginan dan kemampuan dari para pengambil keputusan di lingkungan pemerintah daerah, institusi kesehatan dan lintas sektor terkait


Langkah-langkah Pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan
1. Anatisis Situasi
Penentu kebijakan/pimpinan di institusi kesehatan melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di Institusi Kesehatan serta bagaimana sikap dan perilaku petugas kesehatan, pasien, keluarga pasien dan pengunjung terhadap kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.

2. Pembentukan Keiompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan.
Pihak Pimpinan Institusi Kesehatan mengajak bicara/berdialog petugas dan karyawan di Institusi Kesehatan tentang :
• Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
• Rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
• Penerapan PHBS di Institusi Kesehatan, antisi-pasi kendala dan sekaligus alternatif solusi.
• Penetapan penanggung jawab PHBS di Institusi Kesehatan dan mekanisme pengawasannya.
• Cara sosialisasi yang efektif bagi petugas, kar¬yawan, pasien, keluarga pasien dan pengunjung.
• Kemudian Pimpinan Institusi Kesehatan mem-bentuk Keiompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan.

3. Pembuatan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan
Kelompok Kerja membuat kebijakan yang jelas, tujuan dan cara melaksanakannya.

4. Penyiapan Infrastruktur
• Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di Institusi Kesehatan.
• Instrumen Pengawasan
• Materi sosialisasi penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
• Pembuatan dan penempatan pesan-pesan PHBS di tempat-tempat yang strategis di institusi kesehatan.
• Mekanisme dan saluran pesan PHBS di Institusi Kesehatan.
• Pelatihan bagi pengelola PHBS di Institusi Kesehatan.

5. Sosialisasi Penerapan PHBS di Institusi Kesehatan
• Sosialisasi penerapan PHBS di Institusi Kesehatan di lingkungan internal.
• Sosialisasi tugas dan.penanggung jawab PHBS di Institusi Kesehatan.

6. Penerapan PHBS
Di Institusi Kesehatan
• Penyampaian pesan PHBS di Institusi Kesehatan kepada pasien dan pengunjung seperti melalui penyuluhan, penyebarluasan informasi melalui media poster, stiker, papan pengumuman, kunjungan rumah dsb.
• Penyediaan sarana dan prasarana PHBS di Institusi Kesehatan seperti air bersih, jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci tangan dsb.
• Pelaksanaan pengawasan PHBS di Institusi Kesehatan.

7. Pengawasan dan Penerapan sanksi
Pengawas PHBS di Institusi Kesehatan mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai dengan Peraturan Daerah setempat seperti larangan merokok di sarana kesehatan dan membuang sampah sembarangan.

8. Pemantauan dan Evaluasi
• Lakukan pemantauan dan evaluasi secara periodik tentang kebijakan yang dilaksanakan.
• Minta pendapat Pokja PHBS di Institusi Kesehatan dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.
• Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.

PHBS di Sekolah

Jumlah anak yang besar yakni 30% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 73 Juta orang dan usia sekolah merupakan masa keemasan untuk menanamkan nilai-nilai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga berpotensi sebagai agen perubahaan untuk mempromosikan PHBS, baik dilingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.

Saat ini di Indonesia terdapat lebih dari 250.000 sekolah negeri, swasta maupun sekolah agama dari berbagai tindakan.

Jika tiap sekolah memiliki 20 kader kesehatan saja maka ada 5 juta kader kesehatan yang dapat membantu terlaksananya dua strategi utama Departemen Kesehatan yaitu:

“Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat” serta “Surveilans, monitoring dan informasi kesehatan”




Usia Sekolah Rawan Penyakit
Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran juga dapat menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit


Data penyakit yang di derita oleh anak sekolah (SD) Terkait Perilaku
Jenis penyakit Jumlah Kasus Sumber Data
Kecacingan 40-60% Profil Dep Kes Tahun 2005
Anemia 23,2 % Yayasan Kusuma Buana Tahun 2007
Karies & Periodental 74,4 % SKRT Tahun 2001

Kasus Diare
Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization
Setiap tahun 100.000 anak Indonesia meninggal akibat diare
Data Departemen Kesehatan :
Diantara 1000 penduduk terdapat 300 orang yang terjangkit penyakit diare sepanjang tahun

Sumber: Majalah Interaksi 2007

Kasus Merokok
Data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional)
Tahun 2004 menyebutkan sekitar 3% anak-anak mulai merokok sejak kurang dari 10 tahun Persentase orang merokok tertinggi (64%) berada pada kelompok umur remaja (15-19 tahun). Hal ini berarti bahaya rokok pada masyarakat yang rentan yakni anak-anak dan berdampak pada masa remaja.

Kasus TB Paru
Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta

* Dinas kesehatan DKI Jakarta menemukan setidaknya ada 1.872 anak yang menderita TB dari 10.273 penderita TB di DKI

Data Departemen Kesehatan

* Tahun 2006 penderita TB anak masih 397 (Hr. Rakyat Merdeka 8/9/07). Data departemen kesehatan menunjukan kasus TB pada anak di seluruh Indonesia tahun 2007 sebanyak 3.990

PHBS di sekolah
Munculnya sebagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (usia 6-10), ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai PHBS disekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui pedekatan usaha kesehatan Sekolah (UKS).


PHBS disekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu mempraktikan PHBS, dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat.


Indikator PHBS di sekolah
1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun
2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
4. Olahraga yang teratur dan terukur
5. Memberantas jentik nyamuk
6. Tidak merokok di sekolah.
7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.
8. Membuang sampah pada tempatnya


Sasaran pembinaan PHBS di sekolah

* Siswa
* Warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, komite sekolah dan orang tua siswa)
* Masyarakat lingkungan sekolah (penjaga kantin, satpam,dll)

Manfaat Pembinaan PHBS di Sekolah

* Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit.
* Meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang berdampak pada prestasi belajar siswa
* Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua.
* Meningkatkan citra pemerintah daerah di bidang pendidikan
* Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain.

Langkah-langkah Pembinaan PHBS di sekolah
1. Analisis Situasi
Penentu kebijakan/pimpinan disekolah melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di sekolah serta bagaimana sikap dan perilaku khalayak sasaran (siswa, warga sekolah dan masyarakat lingkungan sekolah) terhadap kebijakan PHBS disekolah. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.
2. Pembentukan kelompok kerja
Pihak Pimpinan sekolah mengajak bicara/berdialog guru, komite sekolah dan tim pelaksana atau Pembina UKS tentang :


* Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS disekolah • Membahas rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di sekolah.
* Meminta masukan tentang penerapan PHBS di sekolah, antisipasi kendala sekaligus alternative solusi.
* Menetapkan penanggung jawab PHBS disekolah dan mekanisme pengawasannya.
* Membahas cara sosialisasi yang efektif bagi siswa, warga sekolah dan masyarakat sekolah.
* Pimpinan sekolah membentuk kelompok kerja penyusunan kebijakan PHBS di sekolah.

3. Pembuatan Kebijakan PHBS di sekolah
Kelompok kerja membuat kebijakan jelas, tujuan dan cara melaksanakannya.
4. Penyiapan Infrastruktur
Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di sekolah Instrument pengawasan Materi sosialisasi penerapan PHBS di sekolah Pembuatan dan penempatan pesan di tempat-tempat strategis disekolah Pelatihan bagi pengelola PHBS di sekolah
5. Sosialisasi Penerapan PHBS di sekolah
a.

Sosialisasi penerapan PHBS di sekolah di lingkungan internal antara lain :
• Penggunaan jamban sehat dan air bersih

• Pemberantasan Sarang nyamuk (PSN)

• Larangan merokok disekolah dan kawasan tanpa rokok di sekolah

• Membuang sampah ditempatnya
b. Sosialisasi tugas dan penanggung jawab PHBS di sekolah
6.

Penerapan PHBS di Sekolah
• Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku (kurikuler)

• Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa yang dilakukan diluar jam pelajaran biasa (ekstra kurikuler)

1. Kerja bakti dan lomba kebersihan kelas
2. Aktivitas kader kesehatan sekolah /dokter kecil.
3. Pemeriksaan kualitas air secara sederhana
4. Pemeliharaan jamban sekolah
5. Pemeriksaan jentik nyamuk di sekolah
6. Demo/gerakan cuci tangan dan gosok gigi yang baik dan benar
7. Pembudayaan olahraga yang teratur dan terukur
8. Pemeriksaan rutin kebersihan : kuku, rambut, telinga, gigi dan sebagainya.

• Bimbingan hidup bersih dan sehat melalui konseling.

• Kegiatan penyuluhan dan latihan keterampilan dengan melibatkan peran aktif siswa, guru, dan orang tua, antara lain melalui penyuluhan kelompok, pemutaran kaset radio/film, penempatan media poster, penyebaran leafleat dan membuat majalah dinding.
Pengawasan & penerapan sanksi Pengawas penerapan PHBS di sekolah mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai dengan peraturan yang telah dibuat seperti merokok di sekolah, membuang sampah sembarangan
7.

Pemantauan dan evaluasi
• Lakukan pamantauan dan evaluasi secara periodic tentang kebijakan yang telah dilaksanakan

• Minta pendapat pokja PHBS di sekolah dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.

• Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan

Dukungan dan Peran untuk membina PHBS di sekolah
Adanya kebijakan dan dukungan dari pengambil keputusan seperti Bupati, Kepala Dinas pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan, DPRD, lintas sector sangat penting untuk pembinaan PHBS disekolah demi terwujudnya sekolah sehat. Disamping itu, peran dari berbagai pihak terkait (Tim Pembina dan pelaksana UKS), sedangkan masyarakat sekolah berpartisipasi dalam perilaku hidup bersih dan sehat baik di sekolah maupun di masyarakat.


(1)Pemda
Bupati/walikota

* Mengeluarkan kebijakan dalam bentuk perda, surat keputusan, surat edaran, instruksi, himbauan tentang Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan sehat disekolah.
* Mengalokasikan anggaran untuk pembinaan PHBS di sekolah.

DPRD

* Memberikan persetujuan anggaran untuk pengembangan PHBS di sekolah
* Memantau kinerja Bupati/Walikota yang berkaitan dengan pembinaan PHBS di sekolah

(2)Lintas Sektor
Dinas Kesehatan
Membina dan mengembangkan PHBS dengan pendekatan UKS melalui jalur ekstrakulikuler.
Dinas Pendidikan
Membina dan mengembangkan PHBS dengan pendekatan Program UKS melalui jalur kulikuler dan ekstrakulikuler
Kantor Depag
Melaksanakan pembinaan dan pengembangan PHBS dengan pendekatan program UKS pada perguruan agama


(3)Tim Pembina UKS

* Merumuskan kebijakan teknis mengenai pembinaan dan pengembangan PHBS melalui UKS
* Mengkordinasikan kegiatan perencanaan dan program serta pelaksanaan pembinaan PHBS melalui UKS
* Membina dan mengembangkan PHBS melalui UKS serta mengadakan monitoring dan evaluasi.

(4)Tim Pelaksana UKS

* Merencanakan dan melaksanakan kegiatan pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat dalam rangka peningkatan PHBS di sekolah.
* Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik, instansi lain yang terkait dan masyarakat lingkungan sekolah untuk pembinaan dan pelaksanaan PHBS di sekolah.
* Mengadakan evaluasi pembinaan PHBS di sekolah.

(5)Komite sekolah

* Mendukung dalam hal pendanaan untuk sarana dan prasana pembinaan PHBS di sekolah
* Mengevaluasi kinerja kepala sekolah dan guru-guru yang berkaitan dengan pencapaian sekolah sehat.

(6)Komite sekolah

* Mengeluarkan kebijakan dalam bentuk surat keputusan, surat edaran dan instruksi tentang pembinaan PHBS di sekolah.
* Mengalokasikan dana/anggaran untuk pembinaan PHBS di sekolah
* Mengkoordinasikan kegiatan pembinaan PHBS di sekolah
* Memantau kemajuan pencapaian sekolah sehat disekolahnya

(7)Guru-guru

* Bersama guru lainnya mengadvokasi yayasan/orang tua murid kepala sekolah untuk memperoleh dukungan kebijakan dan dana bagi pembinaan PHBS di sekolah
* Sosialisasi PHBS di lingkungan sekolah dan sekitarnya.
* Melaksanakan pembinaan PHBS di lingkungan sekolah dan sekitarnya
* Menyusun rencana pelaksanaan dan penilaian lomba PHBS di sekolahnya.
* Memantau tujuan pencapaian sekolah sehat di lingkungan sekolah

(8)Orang tua murid

* Menyetujui anggaran untuk pembinaan PHBS di sekolah
* Memberikan dukungan dana untuk pembinaan PHBS di sekolah baik insidentil dan bulanan.